tmtimes.id – Setelah kedua belah pihak menyatakan perlunya perdamaian menyeluruh untuk menyelesaikan konflik perbatasan Lembah Galwan, eskalasi konflik kedua negara kembali memanas.
Sebagaimana dilaporkan Aljazeera, China menuduh India melakukan ‘provokasi militer’. Sebaliknya, India membela diri dengan mengatakan tidak ada tentara mereka yang menyeberang perbatasan.
‘Provokasi militer’ yang dimaksud pemerintah Beijing menyasar pada tuduhan militer India yang menyeberang perbatasan dan menembakkan peluru di momen ketika pasukan China di perbatasan sedang melakukan patroli militer.
Tidak mau kalah. Pihak New Delhi membalas dengan menuduh pihak China melanggar kesepakatan dan mengintimidasi musuh.
“PLA-lah (tentara China – red) yang terang-terangan melanggar perjanjian dan melakukan manuver agresif,” kata tentara India dalam sebuah pernyataan pada hari Selasa (08/09/2020), seperti dikutip Aljazeera.
Menurut pihak India, adalah tentara China yang mencoba mendekat ke tempat pasukan India dekat garis kontrol aktual. Selanjutnya pihak India mengatakan tentara China menembakkan peluru ke udara dengan maksud untuk memprovokasi pasukan mereka.
Tembakan yang terdengar setelah 45 tahun
Syahdan, 1975 disebut-sebut sebagai tahun terakhir kala rentetan tembakan terdengar di langit Lembah Galwan. Di tahun itu empat tentara India terbunuh setelah diserang tentara China. Peristiwa ini terjadi di Tulung La di Arunachal Pradesh, demikian tulis the Quint.
Meski begitu, bukan 1975 yang tertanam di ingatan populer, melainkan 1967. Tahun yang disebut terakhir ini disebut-sebut sebagai momen bentrokan terakhir antara China dan India yang melibatkan penggunaan senjata api.
Masih mengutip the Quint, 800 orang tentara India tewas di perang perbatasan Himalaya. Sedangkan di pihak China, 400 orang tentara disebut-sebut tewas di perang tersebut.
Janji diplomatik untuk mengurangi peluru
Di perbatasan Himalaya tersebutlah Line Actual Control (LAC – garis kontrol aktual), yang menandai garis pemisah antara teritori yang dikontrol India dan teritori yang dikontrol China.
Istilah garis kontrol aktual dipakai setelah perang Sino – India 1962. Dalam pemahamannya yang paling sempit, garis kontrol aktual merujuk pada sektor Barat perbatasan diantara daerah Ladakh (India) dan Wilayah Otonom Tibet (China).
Ada juga sektor Timur perbatasan (garis McMahon untuk India dan China) dan wilayah perbatasan kecil di antaranya – yang bebas sengketa – yang membentuk garis yang membatasi kedua negara.
Sedangkan dalam pengertian seluas-luasnya, garis kontrol aktual dipahami sebagai perbatasan – baik di Barat maupun Timur – yang memisahkan India dan China.
Lebih jauh lagi, garis kontrol aktual juga jadi bagian sengketa perbatasan antara China dan India yang meliputi wilayah yang masih dalam perselisihan. Aksai Chin, misalnya, merupakan daerah yang jadi sumber sengketa, karena ia bisa dibilang berlokasi di Ladakh, namun di saat bersamaan bisa disebut sebagai bagian dari Xinjiang dan Tibet.
Aksai Chin pada dasarnya merupakan daerah yang terletak di ketinggian ekstrim, tidak berpenghuni dan dilewati Jalan Raya Xinjiang – Tibet. Selain Aksai Chin, lokasi sengketa lain disebut Arunachal Pradesh yang terletak di selatan McMahon Line.
Istilah ‘garis kontrol aktual’ baru memperoleh legitimasi hukum setelah setelah penandatanganan perjanjian Sino-India pada 1993 dan 1996, yang dengan gamblang menyebut “tidak ada aktivitas dari salah satu pihak yang melampaui garis kendali yang sebenarnya.” (PDF)
Di dalam perjanjian yang sama, kedua belah pihak sepakat mengurangi dan membatasi penggunaan kekuatan senjata di daerah sengketa.
Atas dasar itulah tembakan peluru di perbatasan Lembah Galwan jadi sesuatu yang ‘diharamkan’ lewat perjanjian Sino-India. Andai benar ada penggunaan senjata di garis kontrol aktual, maka itu adalah kali pertama terdengar tembakan di perbatasan Himalaya setelah 45 tahun.