the Monkey Times – Sudah 20 bulan berlalu sejak kecelakan fatal yang melibatkan pesawat Boeing 737 Max. Dan kini badan pengawas penerbangan Amerika Serikat (FAA) mencabut larangan terbang bagi pesawat tersebut.
Informasi tersebut dikonfirmasi pada Rabu kemarin. Mengutip Washington Post, pencabutan larangan terbang berarti FAA puas terhadap perbaikan software dan sejumlah peningkatan lain – termasuk pelatihan pilot. Dengan keputusan tersebut, Boeing 737 Max dinyatakan aman untuk diterbangkan kembali.
Kecelakaan fatal yang melibatkan Boeing 737 Max sempat terjadi di Indonesia. Maskapai Lion Air yang waktu itu belum lama membeli Boeing 737 Max – dan kemudian memakainya di salah satu rute penerbangan mereka – mendapat kejadian nahas dua tahun silam, persisnya pada 28 Oktober 2018.
Hari itu penerbangan Lion Air JT610 dari Jakarta tujuan Pangkal Pinang jatuh di sekitar Karawang, dan menyebabkan 189 penumpang tewas. Mengutip Kompas.com, sembilan faktor dinyatakan berontribusi terhadap jatuhnya pesawat yang melayani penerbangan di rute tersebut.
Kekurangan dokumentasi sistem pesawat, desain pesawat dan faktor mekanik, secara garis besar memicu kecelakaan yang melibatkan penggunaan Boeing 737 Max. Secara garis besar faktor pemicu kecelakaan ditengarai merupakan gabungan antara faktor mekanik, desain pesawat, dan kurangnya dokumentasi tentang sistem pesawat.
Tahun berikutnya muncul satu lagi kejadian nahas: kecelakaan pesawat tipe yang sama. Kali itu kejadiannya muncul di Ethiopia pada 10 Maret 2019. 149 penumpang dan 8 kru pesawat tewas di penerbangan Ethiopian Flight ET302 yang melayani rute ibukota Ethiopia ke Kenya.
Dua kejadian kecelakaan yang muncul dalam waktu saling berdekatan sempat membuat dunia penerbangan mempertanyakan kemampuan Amerika dalam mengelola keamanan pesawat yang notabene diproduksi di tanah air mereka. Dua insiden tersebut, menurut Reuters, menguras kas Boeing kurang lebih sebanyak $20 juta.
Tergantung negara lain
Walau FAA sudah mencabut larangan terbang terhadap 737 MAX, namun pengoperasian pesawat tipe tersebut di negara lain sangat tergantung pada persetujuan otoritas penerbangan setempat.
Otoritas penerbangan di Brazil dan Kanada, misalnya, mengatakan mereka akan melanjutkan evaluasi terhadap kelayakan pesawat dan berharap bisa menghasilkan kesimpulan dalam waktu dekat.
Laporan 245 halaman tentang kesalahan desain
Bloomberg pada September 2020 silam melaporkan keberadaan laporan setebal 245 halaman yang merinci penyebab kecelakaan 737 Max di Indonesia dan Ethiopia, yang bukan disebabkan faktor tunggal.
Laporan yang disiapkan House Transportation and Infrastructure Committee Amerika Serikat itu menyebut dua kecelakaan yang terjadi di Indonesia dan Ethiopia merupakan kulminasi dari serangkaian asumsi teknis yang salah dari para teknisi Boeing.
Baca Juga: Nasib industri Penerbangan: Dari jualan Piyama sampai terbang ke Antartika
Selain itu laporan yang sama juga menyebut kurangnya transparansi dari manajemen Boeing serta pengawasan FAA yang disebut-sebut sangat tidak memadai.
Namun bersamaan dengan ditiadakannya larangan terbang oleh FAA, Boeing percaya diri produknya itu kali ini sudah diperbaiki sepenuhnya, baik dari segi teknis maupun desain.
“Pesawat (Boeing 737 Max) ini adalah pesawat yang paling diteliti dalam sejarah penerbangan.
Perubahan desain yang diterapkan sepenuhnya menghilangkan kemungkinan terjadinya kecelakaan yang mirip dengan dua kecelakaan tersebut,” kata Steve Dickson, kepala FAA Amerika, dalam pernyataannya sebagaimana dikutip Reuters.