the Monkey Times – Di tengah situasi pandemi di Indonesia yang belum terkendali, dengan angka laju kasus harian di tiga hari terakhir mencapai 3,770 kasus baru (12/11), 4,173 kasus baru (13/11) dan 5,444 kasus baru (14/11), perusahaan biofarma Pfizer minggu ini mengklaim efektivitas vaksin buatan mereka yang 90 persen aman, berdasarkan studi klinis tahap awal.
Pfizer bekerjasama dengan BioNTech mengembangkan vaksin COVID-19 dan mengklaim berhasil menghentikan gejala sakit. Walau begitu, data yang diumumkan masih terlalu dini dan tidak bisa diambil kesiumpulannya.
Laman The Verge menulis, data yang diumumkan Pfizer belum diverifikasi peneliti independen meski pada dasarnya perusahaan tersebut mengumumkan kabar baik bagi pihak-pihak lain yang terlibat dalam pengembangan vaksin berbasis teknologi genetik.
Apakah vaksin Pfizer efektif?
CEO BioNTech Uğur Şahin percaya pada efektivitas vaksin yang dikembangkan perusahaannya bersama Pfizer. “Kalau pertanyaannya apakah kita bisa menghentikan pandemi dengan vaksin ini, maka jawaban saya adalah: ya.
Karena saya percaya efek dramatis (vaksin) sekalipun hanya melindungi dari infeksi simptomatik,” kata Şahin seperti dikutip Guardian. Şahin mengatakan perlindungan yang diberikan vaksin tersebut pada dasarnya berfungsi mencegah seseorang jatuh sakit karena coronavirus.
Hanya saja hasil tes awal yang diumumkan Pfizer/BioNTech belum terbukti secara formal mampu mencegah transmisi virus, meski Şahin kemudian berasumsi vaksin tersebut bisa melakukannya.
Apakah vaksin Pfizer aman?
Sejauh ini pihak Pfizer menyatakan tidak ada isu serius terkait keamanan vaksin. Namun perusahaan itu secara resmi menyatakan perlunya studi lanjutan untuk mengumpulkan data tambahan terkait keamanan dan efektivitas vaksin. Data yang muncul kemudian akan didiskusikan bersama dengan otoritas global.
Pfizer dan BioNTech mengerjakan tes vaksin sejak Mei 2020 silam. Sebelum melakukan studi/ujicoba dalam skala besar, keduanya menjalankan ujicoba klinis dalam lingkup kecil pada Mei untuk mengetes keamanan vaksin.
New York Times melaporkan, kedua perusahaan mencoba empat versi vaksin dan memilih satu yang menimbulkan efek samping ringan dan menengah, seperti kelelahan dan demam. Namun yang perlu digarisbawahi, ujicoba vaksin tersebut dilakukan di Amerika Serikat (AS).
Di negara tersebut, penggunaan vaksin harus disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) terlebih dulu sebelum didistribusikan untuk warga AS. Pun disetujui, Pusat Pengendalian Penyakit dan FDA AS akan mengawasi penggunaan vaksin untuk memastikan keamanannya. Dan lebih jauh lagi, orang yang terlibat dalam ujicoba vaksin akan diawasi dalam jangka waktu 2 tahun.
Bagaimana vaksin Pfizer dikembangkan?
Mengutip the Verge kembali, vaksin tersebut dikembangkan berdasarkan materi genetik yang disebut mRNA. Sederhananya, mRNA membawa serta instruksi di dalam sel dan memerintahkannya untuk membuat protein.
Di dalam vaksin Pfizer itulah mRNA disertakan. Ketika diinjeksikan ke dalam tubuh, bagian spesifik dari mRNA kemudian membuat protein coronavirus yang mengikat diri ke sel manusia. Vaksin kemudian bekerja dengan mengirim instruksi ke sel supaya membuat salinan protein virus. Dan ketika kekebalan tubuh mendeteksi lonjakan jumlah protein virus, ia akan mengenalinya dan kemudian berusaha memblokirnya.
Secara umum vaksin yang dikembangkan dengan cara genetik relatif lebih mudah dikerjakan dan diproduksi. Bahkan dianggap sebagai masa depan vaksin. Namun di negara-negara Barat seperti AS, metode pengembangan vaksin secara genetik belum pernah disetujui penggunaannya untuk manusia.
Celah yang belum terjawab
Vaksin yang dikembangkan Pfizer dan BioNTech menjanjikan, namun yang perlu diingat, mereka masih mengembangkannya dalam tahap ujicoba klinis.
“Dalam ujicoba klinis, kamu memilih pasien yang tepat, dan kamu mengikuti perkembangan mereka dari dekat. (Namun) di kehidupan nyata, ada bermacam (manusia) dengan beragam umur, dan setiap orang memiliki kondisi kesehatan yang berbeda,” kata Difei Yang, analis dari Mizuho Securities, seperti dikutip Market Watch.
Sampai ada detil riset yang bercerita soal kemanjuran vaksin buatan Pfizer dan BioNTech di kehidupan nyata, semua fakta terkait efektivitas vaksin tersebut masih perlu dikurung dalam hipotesis dan tanda tanya.