the Monkey Times – Setiap tanggal 24 September, masyarakat Indonesia memperingati Hari Tani Nasional.
Peringatan ini dilaksanakan setelah Presiden Soekarno meneken Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 169 tahun 1963 yang saat itu bertepatan dengan pengesahan Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA) dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960.
Dalam hal ini, penetapan tersebut didasari oleh semangat untuk memuliakan rakyat tani Indonesia.
Tentu ada sejarah panjang yang dialami pertanian Indonesia sebelum penetapan peringatan tersebut.
Namun setelah 58 tahun berlalu, bagaimana kondisi umum pertanian dan petani itu sendiri?
Berikut sudah kami rangkum informasinya agar bisa dibaca, mulai dari sejarah, latar belakang penetapan hingga nasib petani setelah penetapan Hari Tani Nasional.
Sejarah Peringatan Hari Tani Nasional
Penetapan Hari Tani Nasional merupakan suatu pemuliaan tertinggi terhadap masyarakat tani Indonesia.
Dibutuhkan waktu 12 tahun untuk melahirkan UUPA. Sejak tahun 1948-1960, telah dibentuk sejumlah panitia berikut ini:
- Rancangan Sadjarwo
- Rancangan Soenarjo
- Panitia Negara Urusan Agraria
- Panitia Soewahjo
- Panitia Agraria Jakarta
- Panitia Agraria Yogya
UUPA lahir setelah Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong Haji Zainul Arifin menerima berbagai panitia dan rancangan tersebut.
Bagi bangsa dan negara Indonesia ada makna besar dari lahirnya UUPA. Kebijakan ini dibentuk untuk mewujudkan kemakmuran, keadilan, kebahagiaan rakyat dalam menuju keadilan yang makmur, terutama bagi rakyat tani.
Kemudian presiden Indonesia pertama, yakni Soekarno menyetujui pembentukan hari tani bagi seluruh masyarakat dalam Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 169 tahun 1963.
Pada tahun 1974 ada berbagai perubahan di bidang pertanian. Pada masa orde baru, berdasarkan Keppres tahun 1974 dan 1979 dibentuk Badan Libang Pertanian.
Selanjutnya berdiri Departemen Koperasi secara khusus pada tahun 1980 untuk membantu para petani kecil di luar Jawa Bali.
Secara garis besar, apa yang tersirat dalam tujuan pengesahan UUPA sebenarnya merupakan kesadaran dan jawaban bangsa Indonesia atas keserakahan dan kekejaman hukum agraria kolonial.
Tema Hari Tani Nasional 2021
Serikat Petani Indonesia memperingati Hari Tani Nasional 2021 ini dengan mengangkat tema Percepatan penyelesaian konflik dan penguatan kebijakan agraria untuk memajukan kesejahteraan petani Indonesia.
Maksud dan tujuan dari tema ini adalah supya kebijakan reforma agraria semakin diperkuat dan dipercepat bersama dengan upaya menguatkan kedaulatan pangan.
Nasib Petani Dulu Hingga Sekarang
Di masa revolusi pasca kemerdekaan tahun 1972-1973, Indonesia beberapa kali mengalami kekurangan bahan pangan dan kelangkaan beras. Saat itu banyak panen padi yang gagal karena terjadi El Nino.
Masalah ini membuat ketersediaan beras menjadi prioritas pembangunan pada masa pemerintahan Orde Baru.
Pemerintah Orde Baru kemudian mendorong para petani untuk menyiapkan dan mengolah lahan, menangani penyakit dan hama tanaman, memberi pupuk dan memelihara tanaman, memilih dan menanam bibit, serta memperbaiki mekanisme pasca panen melalui PUT (Panca Usaha Tani).
Hasil yang diberikan oleh pelaksanaan program ini membuat kinerja pertanian Indonesia meningkat.
Bahkan berhasil membuat swasembada beras pada tahun 1984. Hanya saja kondisi tersebut Cuma bertahan selama dua tahun. Indonesia kembali menjadi pengimpor gula, jagung, kedelai, dan beras mulai dari tahun 1986.
Posisi dan pendapatan petani semakin lama semakin lemah akibat program PUT ini. Ditambah lagi butuh ongkos produksi yang tinggi untuk menjalankan tiap tahapan dalam PUT.
Banyak petani kehabisan modal dan tidak bisa membeli benih, mengolah lahan, dan menanam padi.
Selain itu masih ada masalh seperti kualitas tanah yang menurun akibat pemberian pupuk. Mau tidak mau [petani harus berhutang untuk menutupi biaya produksi yang tinggi.
Pada tahun 1998, di Indonesia terjadi krisis ekonomi yang menyebabkan berkurangnya berbagai subsidi terhadap sektor pertanian. Saat itulah mulai terbuka keran impor beras yang menuai pro dan kontra.
Kebijakan tersebut sampai sekarang masih menuai banyak kritik dari masyarakat, karena masih terus dilakukan sewaktu panen raya.
Hingga akhirnya Presiden Jokowi memutuskan selama tahun 2021 ini tidak akan melakukan impor beras.
Pada tahun 2003-2018, terjadi penurunan signifikan terhadap lahan pertanian yang terus menyusut.
Lahan tersebut kini banyak dialihfungsikan menjadi lahan untuk proyek pembangunan perumahan, jalan, pabrik, dan sebagainya. Kondisi ini cukup memprihatinkan karena membuat nilai tukar petani tidak meningkat dan berhenti di tempat.
Dengan kondisi tersebut, kita tahu bahwa target swasembada beras belum terwujud dan tantangan untuk mewujudkannya sangat besar.
Saat ini diperlukan perubahan paradigma dari kebijakan pangan murah perlu untuk dihilangkan dan diganti dengan fokus pembangunan pertanian yang memberi ruang luas kepada para petani untuk food security.
Jangan lagi memikirkan bahwa memberi subsidi beras dapat meningkatkan produksi pertanian.
Padahal Indonesia sendiri adalah bangsa agraris, seharusnya dapat menjiwai visi agraria tersebut.
Semoga dengan diperingatinya Hari Tani Nasional pada 24 September 2021 ini pemerintah Indonesia dapat membuat kebijakan-kebijakan yang mensejahterakan para petani.