tmtimes.id – Pemerintah berencana membuka denyut nadi ekonomi dengan mewacanakan kelaziman baru di tengah kurva pandemi yang masih tinggi. Tetapi ketika sebagian besar warga masih menyimpan ketakutan akan virus SARS-COV-2, penyebab COVID-19, selalu ada yang dengan tegar menantang ketakutan itu dengan bersembunyi di balik dalih lain.
“Saya tidak takut Corona, saya takut anak saya tidak makan karena lapar,” kata seorang ibu rumah tangga di Jawa Timur yang bernama bu Iwan, sebagaimana dikutip Suara.com.
Opini serupa juga diserukan di Bandung, kali ini lewat seorang sopir angkutan umum bernama Firman yang mengatakan bahwa dia pasrah dan memilih tidak diam di rumah.
Sebab “gimana lagi, dapur harus tetap ngebul. Makan harus tetap jalan, anak-anak jajan bagaimana kalau saya diam saja di rumah,” kata Firman sebagaimana dikutip Ayo Bandung.
Kelaziman Baru, Ketakutan Akan Virus dan Sejumlah Masalah
Suara sejenis, yang menolak pasrah terhadap virus dan nekat memilih tetap berada di luar demi mengais rezeki, rasanya lebih banyak. Bukan cuma satu-dua orang. Dan kebanyakan disuarakan oleh pekerja informal yang bergantung pada kerja harian untuk mengais rezeki.
Satu pertanyaan kami, apakah mereka senang dengan wacana kelaziman baru yang gencar disuarakan pemerintah dua-tiga hari belakangan? Mungkin iya.
Kami membayangkan ketika kelaziman baru diberlakukan, pengemudi Gojek sudah bisa mengangkut penumpang kembali. Orang-orang kantoran pun menyemut memenuhi jalan. Kantor-kantor swasta dan pemerintah mulai beroperasi kembali seperti biasanya, namun dengan protokol kesehatan yang ketat.
Itu berarti setiap perusahaan dikenakan kewajiban untuk memeriksa temperatur tubuh karyawannya, meminta setiap karyawan menggunakan masker, memaksa mereka menjaga jarak, dan meminimalkan interaksi fisik dengan konsumen, serta menghindari kerumunan.
Ada yang baru dari semua aturan tersebut? Tentu tidak. Kita semua sudah lama mendengar itu, dan seluruh anjuran itu sudah berkali-kali disuarakan kepada kita. Tapi ketika kelaziman baru diterapkan, tentu tukang batagor, pengemudi Gojek dan Grab, serta sopir angkot akan senang ketika orang-orang mulai keluar rumah. Artinya ada kemungkinan orang-orang akan membeli dagangan mereka. Walaupun situasi belum sepenuhnya aman.
Namun tampaknya sebagian besar warga sulit untuk tidak tergoda dengan kerumunan, atau malah demen betul menceburkan diri ke dalam kerumunan. Simak saja video kerumunan di Pasar Anyar kota Bogor yang ditayangkan di kanal Youtube Berita Satu pada 18 Mei 2020 silam.
Apakah mereka tidak takut virus? Atau mereka memilih pasrah saja terhadap nasib? Atau memang karena momen waktu kebetulan mendekati lebaran, sehingga mereka mau tak mau harus belanja untuk merayakannya? Ada banyak sekali jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan itu.
Tapi mungkin kelaziman baru, berikut protokol kesehatannya, jadi sebuah wacana yang tampak sulit diimplementasikan di negeri ini. Buktinya? Kalau mudah diimplementasikan, pemerintah nggak butuh aparat untuk mendisiplinkan warganya, kan?
Baca Juga: Indonesia Mengerahkan Aparat untuk Menyambut New Normal
Kelaziman Baru: Menyayangi Diri Sendiri dan Orang Lain
SARS-COV-2 adalah makhluk kecil, sebuah virus tak kasat mata. Ironisnya, ia jadi bukti bahwa kita semua tak berdaya. Di waktu bersamaan, ia jadi bukti bahwa masih ada banyak orang yang memasrahkan diri pada nasib ketimbang berdiam diri di rumah sembari kelaparan. Walau begitu, mungkin juga ada yang kebingungan menghadapi virus itu.
Tapi kami percaya, kelaziman baru bukan cuma soal disiplin diri, melainkan juga bagaimana kita menyayangi orang lain di sekitar kita. Postingan Instagram KH. Mustofa Bisri (Gus Mus) berikut ini mungkin bisa jadi pengingat, kalau kita semua adalah manusia yang seharusnya lebih peduli dengan orang-orang lain di sekitar kita.
Di tengah ketakutan akan virus, kita mesti lebih menyayangi orang lain, dengan terlebih dulu menyayangi diri kita.
(tmtimes.id – warta)
Penulis: Pemburu Berita
Sumber:
- thejakartapost.com. ‘I don’t think we can wait’: Business groups ready for ‘new normal’ despite risks
- ayobandung.com. Sopir Angkum Lebih Takut Anak-Istri Tak Makan Daripada Corona