the Monkey Times – Hoax tentang vaksin COVID-19 yang menyebabkan autisme menjadi salah satu persoalan serius yang perlu dihadapi di masa-masa, apalagi ketika banyak negara mulai mendistribusikan vaksin secara merata ke masing-masing warganya.
Dikutip dari the Verge, Facebook dilaporkan memperluas cakupan pembredelan terhadap segala macam posting yang berisi informasi menyesatkan tentang vaksin COVID-19 dan COVID-19.
Facebook sebelumnya telah melakukan langkah preventif pada Desember 2020 untuk mencegah meluasnya hoax tentang vaksin COVID-19, terutama yang dilakukan sambil mengutip “ahli kesehatan” yang otoritasnya diragukan.
Mengutip laporan the Verge awal Desember 2020, pembredelan postingan menyesatkan tentang COVID-19 termasuk yang mengatakan bahwa vaksin mengandung chip, dan sederet klaim menyesatkan lain yang pada dasarnya memberikan informasi salah tentang efek samping vaksin, bahan-bahan vaksin, efektifitas, serta keamanannya.
Dengan peluasan cakupan pembredelan terhadap informasi menyesatkan tentang vaksin, sejumlah posting berikut ini dipastikan tidak akan boleh berlama-lama di Facebook:
- COVID-19 adalah buatan manusia
- Vaksin tidak efektif untuk mencegah penyakit
- Lebih aman terkena penyakit ketimbang mendapatkan vaksinnya
- Vaksin adalah berbahaya, beracun dan menyebabkan autisme
Perluasan kebijakan pembredelan terhadap informasi menyesatkan itu sudah dilakukan mulai kemarin (Senin, 08/02/2021) dan fokus sasarannya ada pada grup, halaman dan akun yang membagi konten yang berkaitan dengan hoax diatas.
Lebih jauh lagi, Facebook akan mempertimbangkan untuk menghapus sumber posting bila percobaan menyebarkan hoax dilakukan berulang-ulang.
Perubahan kebijakan terkait pembredelan posting menyesatkan akan diterapkan selama kondisi darurat kesehatan COVID-19 berlangsung.
Kebijakan yang dilakukan Facebook bisa jadi sambutan positif, mengingat reputasi Facebook yang di masa lalu kadung membiarkan platform-nya jadi tempat yang subur bagi persebaran misinformasi mengenai vaksin, bahkan sebelum wabah coronavirus melanda seluruh negara.
Dengan kebijakan baru tersebut, semua orang yang masih berpikir sehat tentu mengharapkan aturan itu bisa memberi efek positif, dalam arti bisa membatasi gerak bagi netizen yang terlanjur menjadi anti-vaksin.
Dalam lingkup yang lebih luas, sebagian platform media sosial raksasa sedang berada dalam tekanan selama masa pandemi.
Ketika berbicara subjek pembahasan terkait dengan vaksin, Facebook berada di belakang YouTube yang sudah mulai membredel video-video terkait misinformasi vaksin pada Oktober 2020.
Dan ketika seluruh negara sedang mengejar waktu untuk memberikan vaksin kepada warganya, tindakan preventif yang dilakukan mereka jadi sangat berharga.
(Sumber: the Verge)