the Monkey Times – Kalau menyebut siapa sutradara bernama belakang Anderson yang paling beken, maka Wes Anderson adalah nama yang mungkin paling sering terucap.
Hal ini wajar, karena tiap karya Wes Anderson memang selalu khas. Terutama penggunaan warna pastel yang selalu konsisten digunakan di setiap film yang disutradarainya.
Selain Wes, ada satu sutradara dengan nama belakang Anderson yang perlu disimak karya-karyanya: Paul Thomas Anderson. Seperti halnya Wes, Paul juga menawarkan hal-hal menarik di setiap film bikinannya. Entah dari segi visual, cerita, ataupun akting dari para aktor pilihannya.
Kental Akan Isu Keluarga
Salah satu ciri khas yang lazim ditemui dalam sejumlah film PTA (sebutan Paul Thomas Anderson) adalah kentalnya isu keluarga. Isu keluarga sendiri dikemas secara menarik dan variatif oleh PTA. Hal itu bikin filmnya tidak terasa begitu monoton.
Ambil saja contoh film “Boogie Night”. Walau kental akan dunia perpornoan, film ini tidaklah sepenuhnya membahas dunia film porno, serta tentu bukan film porno. Film ini justru punya isu keluarga yang menjadi kekuatan utamanya.
“Boogie Night” sendiri berkisah tentang seorang pemuda yang minggat dari rumah dan mendapatkan kesuksesan di ranah film porno. Selama berkarier di industri film lendir itu, sang pemuda justru menemukan kasih sayang yang tak pernah dia dapatkan di rumahnya sendiri.
“Boogie Night” secara tersirat mengisahkan betapa kadang keluarga bisa menjadi toxic bagi diri kita. Dan ironisnya, kita justru menemukan cinta dan kasih sayang khas keluarga di tempat lain, serta dari orang yang tak ada ikatan darah sama sekali.
Premis serupa bisa ditemukan di film PTA lainnya, “Punch-Drunk Love”. Bedanya, tokoh utama di “Punch Drunk Love” masih mendapatkan kasih sayang dari salah satu anggota keluarganya. Hal itu bisa dilihat dari keputusan salah satu kakak perempuan dari Barry Egan (tokoh utama di “Punch Drunk Love”) yang secara tak langsung menjodohkan Barry dengan seorang perempuan.
Ada Pula Isu Agama
Selain keluarga, isu agama juga lazim diangkat PTA di hampir tiap filmnya. Seperti halnya tema keluarga, tema agama dalam setiap filmnya dibuat sevariatif mungkin. Agar penonton tidak merasa monoton, atau bahkan merasa digurui.
Secara keseluruhan, isu agama yang dibawa PTA menyiratkan kalau pada hakikatnya agama bisa mengubah seseorang jadi lebih baik. Terlepas apakah agama itu agama samawi ataupun aliran kepercayaan lainnya.
Salah satu contohnya bisa dilihat dalam film “The Master”. Film yang dibintangi Joaquin Phoenix dan Philip Seymour bercerita tentang seorang veteran perang yang sembuh dari kecanduannya akan seks dan alkohol, setelah berjumpa dengan seorang pemimpin sekte menyimpang. “Magnolia” adalah contoh film lainnya yang kental nuansa agama. Bahkan, film ini mengambil inspirasi langsung dari salah satu ayat dalam Al-Kitab, yaitu Exodus 8:2.
Contoh menarik bisa ditemukan di film “There Will Be Blood”. Film berdurasi 158 menit menggambarkan bagaimana seseorang yang menjadikan agama sebagaai bisnis, beradu dengan orang yang justru menjadikan bisnis sebagai agama.
Memaksimalkan Bakat Para Aktor
Dalam setiap filmnya, PTA selalu bisa memaksimalkan potensi aktor yang dia andalkan. Terlepas apakah sang aktor adalah aktor film komedi ataupun seorang method actor.
Adam Sandler yang dikenal sebagai aktor komedi bisa disulap PTA menjadi aktor serius. Perfdorma apik Sandler di film “Punch Drunk Love” adalah buktinya. Daniel Day Lewis yang dikenal sebagai method actor berhasil dimaksimalkan oleh PTA di film “There Will Be Blood” dan “Phantom Thread”.
Di antara semua aktor yang bekerja sama dengannya, Philip Seymour Hoffman adalah aktor yang paling PTA sukai. Sutradara berzodiak Cancer itu pertama kali melihat Philip di film “Scent of a Women”. PTA mengaku seperti jatuh cinta pada pandangan pertama, saat melihat Philip di film tersebut.
Philip sendiri sudah dilibatkan sejak film pertama PTA, “Hard Eight”. Mayoritas peran yang dimainkan Philip adalah peran pembantu atau supporting role. Kendati begitu, Philip mampu memberikan warna tersendiri di film-film garapan PTA.
Film terakhir PTA yang memakai jasa Philip adalah “The Master”. Di film itu, Philip berperan sebagai Lancaster Dodd. Seorang pemimpin sekte sesat bernama “The Cause” yang kharismatik.
Selepas “The Master”, Philip menghembuskan nafas terakhirnya lantaran overdosis. Walau telah tiada, PTA masih tetap mencintai sosok Philip Seymour Hoffman. Buktinya, dia mengajak anak Philip, Cooper Seymour Hoffman untuk bermain di film terbarunya nanti.
Pergerakan Kamera yang Dinamis, serta Treatment Khusus di Ranah Pengeditan
Dari segi sinematografis, PTA sering sekali menggunakan pergerakan kamera yang dinamis sebagai andalan. Semisal di film “The Master” yang di mana kamera secara dinamis mengikuti pergerakan Freddy Quell di hampir tiap adegannya.
Contoh lainnya bisa dilihat pada “Boogie Night”. Di film ini, kamera mulanya menyorot tulisan neon di atas sebuah toko yang dekat dengan sebuah bar. Kamera tersebut lantas bergerak maju, saat sebuah mobil datang ke bar yang dekat dengan toko tersebut.
Kamera pun lantas masuk ke dalam bar dan menembus kerumunan di sana. Akhirnya, kamera pun menyorot sosok utama di film “Boogie Night”, Eddie Adams alias Dirk Diggler.
Bila dibutuhkan, PTA lazim melakukan treatment khusus saat hendak melakukan sesi pengeditan film. Hal itu pernah dilakukan saat dia dan tim editor mengedit film “There Will Be Blood”.
Selama sesi pengeditan berlangsung, PTA dan tim editor secara intens menyantap steak dan vodka sebagai menu makan malam. Hal itu dilakukan agar mereka bisa mengedit film “There Will Be Blood” sesuai dengan perspektif Daniel Plainview. Tokoh utama dari film tersebut.
Music Scoring yang Solid dan Mark Bridges yang Selalu Bisa Diandalkan
Bisa dibilang kalau PTA merupakan salah satu sutradara yang cukup perhatian soal music scoring. Music scoring yang dipakai dalam setiap film PTA selalu solid dan presisi. Sesuai dengan kebutuhan PTA itu sendiri.
Ini tak lepas dari andil Stanley Kubrick. Sutradara kawakan yang sangat diidolakan oleh PTA. Adapun salah satu film Kubrick yang disukai PTA adalah “A Clockwork Orange”. PTA sangat menyukai film tersebut lantaran music scoring yang begitu menyeramkan dan penuh kekerasan.
Dalam membuat music scoring, PTA tentu tidaklah bekerja sendiri. Sejauh ini, dia sudah dibantu dua musisi ternama untuk membuat music scoring film-filmnya. Kedua musisi itu tak lain adalah Jon Brion dan gitaris Radiohead, Jonny Greenwood.
Selain music scoring, PTA juga sangat perhatian soal desain kostum tokoh-tokohnya. Untuk masalah ini, sutradara kelahiran Studio City ini selalu mengandalkan satu orang, Mark Bridges.
Dari film PTA yang pertama hingga film kedelapan, Bridges selalu menjadi ujung tombak bagi PTA di ranah kostum desain. Bridges sendiri pernah mendapatkan Piala Oscar untuk kategori Best Costum Design. Bridges mendapatkannya setelah berhasil merancang desain kostum untuk film kedelapan PTA, “Phantom Thread”.