the Monkey Times – Pada tanggal 3 Agustus Munawar Muso pulang dari Soviet ke Indonesia. Pria yang lebih dikenal dengan nama Musso ini datang dengan membawa amanat Moskow.
Kedatangan pria yang nantinya tewas di tangan tentara Indonesia pada 31 Oktober 1948 itu merupakan sosok yang terlibat dalam peristiwa berdarah yang dikenal dengan Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) Madiun.
Musso sendiri mengemban misi besar untuk menyelaraskan garis pergerakan komunis Indonesia dengan komunis Internasional.
Dirinya sempat menetap lama di Soviet untuk mendapat pendidikan politik. Karakternya yang tegas, keras, dan nekat disukai oleh Komunis Internasional (Komintern) dan dianggap cocok untuk mengemban misi menjadikan Indonesia sebagai negara komunis.
Mendorong Gagasan Jalan Baru Republik Indonesia
Seminggu setelah kedatangannya, Musso sempat singgah di kediaman Wikana (Gubernur Militer Solo) sebelum keesokan harinya menampakkan diri di Yogyakarta yang saat itu merupakan pusat pemerintahan nasional.
Di sana akan diselenggarakan sidang Politbiro PKI yang dihadiri oleh tokoh-tokoh berhaluan kiri.
Pada sidang tanggal 13-14 Agustus Musso mempresentasikan sebuah resolusi yang dikenal dengan “Jalan Baru Republik Indonesia”.
Dalam resolusi ini Musso menawarkan peleburan beberapa partai kiri menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI) untuk memimpin garda depan revolusi secara nasional.
Peleburan ini terdiri dari tiga partai yakni, PKI ilegal (yang sebelumnya merupakan organisasi terlarang), Partai Buruh Indonesia, dan Partai Sosialis Indonesia.
Selain itu Musso menghendaki pergantian Kabinet Presidensial menjadi Kabinet Front Persatuan.
Gagasan dalam resolusi Jalan Baru sendiri merupakan buah dari apa yang dikerjakannya selama di Soviet.
Pada tahun 1925 PKI melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Belanda yang berujung kepada kegagalan.
Sejak saat itu PKI dinyatakan sebagai organisasi terlarang dan pada awal tahun 1926 para petinggi partai banyak yang ditangkap.
Musso dan beberapa petinggi partai seperti Alimin dan Sardjono melakukan pertemuan di Singapura untuk kembali merencanakan pemberontakan.
Setelah itu dirinya bersama Alimin pergi ke Soviet untuk meminta restu dan dukungan dari Komintern.
Sesampainya di Soviet ternyata mereka mendapati penolakan. Pemberontakan yang mereka rencanakan dirasa masih terlalu prematur dan kurang persiapan.
Mereka justru dicegah untuk kembali ke Indonesia dan dipaksa untuk tinggal sementara di Moskow.
Selama di sana mereka sempat menimba ilmu di Lenin School dan memiliki kesempatan mengikuti Kongres Comintern yang dipimpin langsung oleh Stalin.
Pada tahun 1935 Musso pulang dan diam-diam kembali mengorganisir PKI. Namun aktivitas PKI diketahui oleh pemerintah Belanda dan membuat dirinya harus kembali ke Moskow untuk melarikan diri.
Baru pada 1948 akhirnya Musso bisa kembali pulang dengan membawa gagasan Jalan Baru.
Meletusnya Peristiwa Pemberontakan PKI Madiun
Setelah menginisiasi beberapa pertemuan dan konsolidasi yang dimulai dari Yogyakarta, nama Musso semakin melambung.
Musso bersama beberapa tokoh komunis lain mengunjungi beberapa kota yang ada di Jawa untuk mensosialisasikan dan merealisasikan resolusi Jalan Baru.
Selagi Musso berada di Purwodadi untuk melakukan aktivitas kampanyenya, terjadi ketegangan di Solo.
Terjadi banyak aktivitas penculikan antar kubu sehingga meletuslah konfrontasi. Kejadian di Kota Solo memicu ketegangan di Madiun.
Beberapa Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) yang dipimpin Sumarsono melakukan penyergapan dan berhasil menangkap ratusan pasukan Siliwangi untuk mengambil alih kekuatan sipil di Madiun.
Sesampainya di Madiun, Musso lalu mengambil alih gerakan ini dan mendirikan Pemerintahan Front Nasional.
Pemberontakan Gagal si Tokoh Komunis
Pemerintah merespon apa yang terjadi di Madiun dengan keras dan menginstruksikan untuk melakukan tindakan penumpasan pada tanggal 20 September.
Seperti pemberontakan-pemberontakan yang dilakukan PKI sebelumnya, aksinya kali ini juga gagal dalam waktu singkat.
Pada tanggal 30 September Panglima Besar Jenderal Soedirman mengumumkan bahwa Madiun telah kembali ke tangan Republik dan pemberontakan berhasil dipadamkan.
Setelah Madiun diambil alih militer Republik, selanjutnya dilakukan pengejaran kepada mereka yang diduga terlibat pemberontakan.
Para tokoh PKI ditangkap satu-persatu. Musso sendiri melarikan diri ke luar Madiun dan ditemukan sedang bersembunyi di dalam sebuah kamar mandi di Desa Niten, Kecamatan Sumorejo, Ponorogo pada tanggal 31 Oktober.
Karena tidak mau menyerah, akhirnya dilakukan tembak mati di tempat. Mayat Musso sempat dibawa ke Ponorogo dan dibakar oleh masyarakat setempat.
Tak sampai sebulan para petinggi PKI Musso berhasil ditangkap, sebagian dieksekusi di tempat. Kota-kota yang sebelumnya diduduki PKI juga berhasil diambil alih.
Tokoh-tokoh seperti Amir Syarifuddin dan Djojoningrat dibawa ke Ibu Kota Yogyakarta dan pada 20 Desember 1948 mereka dijatuhi hukuman mati. Sekitar 36.000 orang yang diduga sebagai kader partai juga dipenjara.
Setelah kejadian di Madiun pemerintah melarang keberadaan PKI. Namun pada 1949 partai ini direkonstruksi dan pada 1950 bisa beroperasi kembali.
Tak lama berselang Aidit yang sebelumnya mengasingkan diri ke Republik Rakyat Tiongkok kembali dan berhasil menyingkirkan para petinggi PKI tua untuk mengambil alih kepemimpinan.
PKI kembali tumbuh dan menjadi salah satu partai terbesar, hingga akhirnya kembali dilarang dan ditumpas setelah terlibat pemberontakan pada tahun 1965.
Sumber:
- https://www.kompas.com/skola/read/2020/06/30/150000469/musso-pimpinan-pemberontakan-pki-di-madiun?page=all.
- https://nasional.sindonews.com/berita/789132/15/musso-bapak-republik-indonesia-soviet?showpage=all
- https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-836205/muso-ditembak-mati-di-sumorejo
- https://historia.id/politik/articles/jalan-baru-musso-dalam-peristiwa-madiun-PeGqD/page/3
- https://tirto.id/sejarah-peristiwa-pki-madiun-1948-latar-belakang-tujuan-musso-gad2