the Monkey Times – Kita mengenal ‘Alien’ sebagai representasi franchise makhluk luar angkasa pemangsa yang divisualisasikan lewat empat film yang merentang sejak 1979 hingga 1997.
Sementara itu bermula dari Arnold Schwarzenegger yang membintangi Predator (1987), kita mulai mengenal franchise pemburu luar angkasa, Predator, yang film terbarunya berjudul The Predator sempat ditayangkan 2018 silam.
Pemangsa melawan pemburu. Kira-kira begitu premis dasar Alien vs Predator dirilis 2004 silam, dan sekarang bisa kita tonton melalui layanan on-demand streaming Netflix.
Sinopsis AVP: Alien vs Predator (2004)
2004 merupakan momen dimana sebuah satelit milik pengusaha kaya Charles Bishop Weyland mendeteksi suhu panas di atas Bouvetøya, sebuah kawasan kepulauan yang jaraknya sekitar 1,600 km di lepas pantai Antartika.
Weyland kemudian menemukan fakta bahwa sebuah piramid terkubur di bawah dinginnya permukaan es Bouvetøya.
Dia kemudian mengundang sekelompok penjelajah, pengebor profesional, tentara bayaran, pendaki profesional, ilmuwan, dan ahli bahasa untuk mengeksplorasi piramid tersebut.
Yang ironis, mereka tidak tahu kalau sekelompok Predator menjebak mereka dalam musim berburu. Di dalam piramid itulah ras pemburu luar angkasa memelihara induk Alien.
Jadi siapapun yang masuk ke dalam piramid adalah orang-orang terpilih, yang berarti siap dikorbankan demi membiakkan sekelompok besar pemangsa luar angkasa.
Apakah Weyland dan timnya berhasil keluar dari piramid itu hidup-hidup?
Review AVP: Alien vs Predator (2004)
Well, pertama-tama kami memang pernah membayangkan sebuah film yang mempertandingkan kedua makhluk buas luar angkasa dalam satu scene layar.
Dulu kami sempat mengimajinasikan apa jadinya bila dua franchise terkenal itu disajikan dalam satu babakan pertarungan.
Siapa yang paling tangguh di antara keduanya? Lantas kenapa kami begitu tertarik membayangkannya?
Di benak kami, Alien vs Predator sesungguhnya pertarungan antara dua makhluk yang kontras: beradab dan terbelakang.
Ras predator lebih beradab, karena mereka memiliki teknologi persenjataan yang terbilang komplit. Dari pesawat tempur, meriam bahu, hingga cambuk rantai yang sanggup memotong daging, Predator punya semuanya.
Sementara Alien? Well, mereka lebih menyerupai binatang pemangsa yang bertahan hidup dan menyerang apa saja demi mempertahankan naluri mereka.
Kita tahu lewat franchise Alien, bahwa separuh tindak tanduk mereka lebih mirip parasit. Mereka butuh makhluk hidup lain sebagai inang untuk membiakkan keturunan. Dan manusia adalah inang paling potensial.
Pemangsa versus pemburu. Baradab versus terbelakang. Berburu versus memangsa.
AVP merupakan film yang menyajikan semua hal-hal bertolak belakang yang tersebut diatas. Dan sekelompok manusia yang dipimpin Weyland terjebak di tengah-tengah musim berburu itu.
Mereka harus bertahan hidup di kondisi yang menakutkan, sekaligus mencari tahu apa sebenarnya yang tengah terjadi dalam lingkaran perburuan yang sudah berumur lebih dari seratus tahun.
Ada banyak hal-hal baru yang dipotret dalam AVP; hal-hal yang tidak pernah diperlihatkan lewat film-film Predator sebelumnya.
Jadi kalau kamu sudah lama jadi penggemar franchise Predator, Anda akan menikmati adegan dimana pemburu luar angkasa memutuskan bekerjasama dengan manusia, demi keluar dari piramid yang berbalik jadi sarang Alien.
Film AVP mengajarkan kepada kita, bahwa dalam saat-saat kepepet dan demi bertahan hidup, musuh dari musuhku adalah temanku.
Itulah menariknya film tersebut.
[rwp-review id=”0″]