“Bentuk pohon beras itu kayak gimana?”
the Monkey Times – Pertanyaan ini akan terdengar sedikit konyol bagi orang-orang yang tahu bentuk padi. Namun, penduduk urban yang menghabiskan masa hidupnya di kota bisa saja nyaris tidak pernah melihat padi di sawah. Setiap mengingat pertanyaan itu, Tomie selalu terkekeh karena ia tidak habis pikir ternyata ada anak muda asal Jakarta yang benar-benar tidak tahu dan polosnya bertanya bagaimana bentuk pohon beras.
Tentu, situasi ini tidak membuat Tomie berdiam diri. Menurutnya, situasi lingkungan hari ini menjadi isu yang cukup urgent untuk dibahas. Inilah salah satu alasan Tomie tergerak dan terpanggil menjadi pendamping anak-anak muda yang ingin mengenal ekologi.
Tomie Dono menjadi bagian dari Klub Indonesia Hijau (KIH) Bogor, sebuah organisasi nirlaba yang bergerak di bidang pendidikan khususnya pendidikan lingkungan. Tomie aktif di program kegiatan Pendidikan Konservasi Alam (PEKA).
Program ini menjadi angin segar bagi anak muda yang ingin masa liburan semesternya tidak hanya mendekam di rumah. Tidak hanya sekadar piknik, peserta yang mengikuti program ini diajak untuk belajar dan selangkah lebih dekat dengan alam.
Program yang kedengarannya menyenangkan ini tidak bisa dipandang sebelah mata, pasalnya peserta harus menyadari bahwa kegiatan ini pun memiliki rintangan dan resiko tersendiri. Hidup beberapa hari di alam bebas menjadi pengalaman seru bagi peserta kegiatan PEKA.
Menggambar Diri di Atas Kertas
Tomie kembali membangkitkan ingatannya saat ia mendampingi peserta muda saat itu, salah satunya kegiatan PEKA di Taman Nasional Ujung Kulon, Banten. Di awal kegiatan, peserta diminta untuk menggambar diri mereka di secarik kertas, gambar yang mampu menunjukkan keunikan mereka secara fisik.
Kertas tersebut diacak dan dibagikan kepada seluruh peserta. Masing-masing peserta diminta untuk mencari peserta lain sesuai gambar yang mereka dapatkan. Hal ini menjadi langkah awal bagi peserta untuk dapat saling mengenal satu sama lain. “Dari sini nanti bisa saling kenal karena nantinya akan dibagi jadi beberapa kelompok, nah ini tujuannya untuk membuat solid satu sama lain,” ungkap Tomie, ia mencoba mengingat kembali kegiatan yang diadakan tahun 1989 tersebut.
“Di kegiatan ini tidak ada senioritas, semua peserta/panitia/mentor sama semua. Kita sama-sama belajar,” katanya sambil bernostalgia ria. Setiap harinya selama seminggu, peserta akan menyusuri Ujung Kulon sesuai jalur yang telah ditetapkan dan mereka ditantang untuk bisa menyelesaikan tugas riset mereka dengan tepat waktu. “Karena anak-anak tergabung dengan tim, jadinya mereka harus saling bagi tugas. Ada yang ngamatin taneman, ada yang ngamatin jejak kaki binatang, bagi tugas siapa yang buat rute, siapa yang motret, siapa yang baca kompas. Sama-sama masak dan sama-sama makan,” ucap Tomie.
Kondisi alam bebas tersebut membuat semua peserta kegiatan harus disiplin dengan waktu dan harus saling jaga satu sama lain. Tomie mengungkapkan jalur yang dilalui sebenarnya tidak begitu jauh, namun peserta diminta untuk memperhatikan banyak hal secara detail sehingga memakan waktu yang cukup lama. “Wah dulu sempat ada tim yang nyasar, itu tragis banget asli gila! Sungainya memang anteng tapi ada buaya, bahaya. Bahkan macan aja banyak, tapi kita diam aja. Gapapa kok, nyantai,” ungkapnya.
“Itu kan ada yang tugas bagian motret, wah itu lucu banget. Potret pemandangannya sedikit karena yang difoto malah cewek-cewek. Wah malah cari jodoh, pada ngakak-ngakak semua dulu itu. Kacau banget, gak laki gak perempuan daleman aja difoto,” Tomie kembali terbahak-bahak mengingat momen tersebut. Polah lucu dari peserta muda saat itu menjadi sangat memorable bagi Tomie.
Tomie menceritakan bahwa peserta melakukan pengamatan terhadap burung atau binatang lain, mengamati tanaman, belajar membaca peta dan kompas, teknik hidup di alam bebas, jurnalistik, hingga fotografi lingkungan. “Nah hasil riset mereka selama seminggu akan dipresentasikan di hadapan para mentor dan orangtua mereka, hasil riset juga bisa dimuat di media majalah anak muda dulu kayak majalah Hai atau Gadis,” kata Tomie.
Tomie sejak kecil sudah akrab dengan dunia ekologi. Ia bercerita bahwa waktu kecil ia sering diajak orangtuanya pergi camping. Saat ia masih duduk di bangku sekolah menengah pertama, ia sering ke wisata alam dan menjadi guide bagi para turis, begitu juga saat mahasiswa ia bergabung dengan himpunan mahasiswa pecinta alam.
Berangkat dari Pengalaman Seorang Jurnalis
Tomie yang dulunya mengenyam pendidikan jurnalistik di Sekolah Tinggi Publisistik (STP) Jakarta ini mengaku bahwa ia tertarik dengan dunia ekologi dan itu menjadi passion-nya hingga ia berkarir di dunia jurnalistik dengan concern isu ekologi. Walaupun pada awalnya ia hanya menjadi tukang suruh untuk mengantar naskah ke percetakan, ia berhasil merintis karirnya dari nol hingga menjadi wartawan dan berkontribusi bagi perkembangan ilmu sains lewat hasil risetnya yang tertuang dalam karya tulisan.
Berangkat dari pengalaman jurnalis di media majalah cetak ia melanjutkan karirnya ke sebuah non-governmental organization (NGO) di Bogor. Jiwa kesukarelawanannya terpanggil untuk belajar banyak hal sekaligus berkontribusi di Yayasan Indonesia Hijau (YIH). “Di LSM ini aku diajarkan untuk mengenal alam misalnya kenapa tanah ini longsor, diajarkan tentang tanah, diajarkan mengamati burung dan binatang, mengamati tumbuhan, mengukur kecepatan aliran sungai dan dampaknya gimana dengan warga pinggiran sungai, mengamati jejak hewan, bahkan aku dan teman-temanku di LSM bisa tahu ukuran berat badan hewan hanya dari jejaknnya,” tuturnya.
Berkat pengalamannya selama di NGO, Tomie memanfaatkan keilmuan dan pengalamannya untuk dibagikan kepada anak-anak muda yang sedang belajar ekologi. Baginya program PEKA ini memiliki tujuan mulia karena anak muda memiliki peran penting dalam menjaga alam dan lingkungan.
Selain mengenalkan pendidikan ekologi, Tomie bersama rekan mentor PEKA lainnya membantu teman-teman muda untuk belajar banyak hal tentang life skill sehingga output yang diharapkan dari kegiatan ini adalah melahirkan generasi-generasi yang bijak dalam melestarikan dan memanfaatkan sumber daya alam.