the Monkey Times – Dalam sejarah hidup manusia, orang-orang sudah mengenal, sekaligus terlibat, dalam perdagangan jasa dan barang sejak berabad-abad lalu.
Tapi yang harus kita ingat, tidak semua transaksi perdagangan melibatkan sistem pembayaran lewat benda yang kita kenal dengan nama: uang. Artikel ini akan sedikit membahas tentang awal mula uang.
Ada masa dalam sejarah hidup umat manusia, dimana uang – seperti yang kita kenal sekarang – belum ada, dan orang-orang memanfaatkan bentuk pembayaran lain guna mendapatkan barang atau jasa yang mereka inginkan.
Seiring dengan evolusi teknologi, uang dan sistem pembayaran pun berubah. Kita sekarang mengenal GoPay, PayLater, atau segala macam istilah yang diawali dengan “Pay” sebagai sistem pembayaran elektronik yang menggantikan wujud uang secara fisik.
Dengan kata lain, kehadiran pembayaran elektronik membuat transaksi pembayaran bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja.
Glyn Davies, lewat karyanya yang berjudul History of Money menulis bab pertama bukunya itu dengan menambahi sub-judul ‘The Importance of Money’ di bawah judul besar ‘the Nature and Origins of Money and Barter’.
Kita semua bisa jadi – dan sangat mungkin – tergelitik dengan judul tersebut. Tapi memang peran uang dalam hidup kita sangat sentral.
Kita membutuhkan uang untuk membiayai hidup anak kita. Membelikannya buku pelajaran, dan membawakannya mainan kesukaan.
Selain itu kita butuh uang untuk menafkahi istri kita, atau untuk membayar langganan video streaming di masa pandemi. Semua fungsi tersebut membuat peran uang jadi penting dalam babakan hidup seorang manusia.
Tapi toh sepenting apapun peran uang di hidup kita, ia tetaplah benda yang seringkali jadi sumber konflik. Mengutip History of Money, uang disebut-sebut sebagai akar kejahatan.
Sambil kemudian secara ironis mengutip Goerge Bernad Shaw, Davies dalam waktu bersamaan mengingatkan kita bahwa ketiadaan uang (baca: kemiskinan) juga adalah akar kejahatan.
Mungkin sudah takdirnya, bahwa uang menyimpan dua wajah. Tak ada uang, maka seseorang yang baik bisa berubah jadi pencuri dan maling.
Ada uang juga sama. Seorang yang baik bisa jadi individu yang serakah, atau lebih parah lagi: memakai uang di jalan kejahatan.
Tapi kita tidak memungkiri satu hal: uang menggerakkan dunia. Evolusi uang dan alat pembayaran mengubah cara pandang kita tentang membawa uang di kantong celana. Contohnya mudah.
Lihat saja aplikasi uang elektronik macam OVO, misalnya, yang barangkali kita pasang di smartphone kita.
Hadirnya teknologi macam uang elektronik dalam lintasan sejarah awal mula ulang kini membuat kita tak perlu lagi susah payah membawa banyak lembaran uang di dalam dompet. Cukup simpan sejumlah nominal di aplikasi uang elektronik tertentu, selesai masalah.
Walau begitu, uang elektronik adalah anak bungsu dari sejarah panjang uang yang fungsinya krusial dalam hidup manusia modern.
Sebelum mengenal uang, manusia lebih dulu mengenal sistem barter: menukar barang kepunyaan dengan barang milik orang lain.
Lalu ada juga sebuah masa kuno di China ketika orang-orang memakai uang yang terbuat dari kulit rusa sebagai alat pembayaran.
Lantas di kehidupan sehari-hari kita mengenal uang kertas dan uang koin yang sampai sekarang masih kita sama-sama gunakan sebagai alat untuk membayar sesuatu yang kita beli.
Uang memang penting. Namun apakah awal mula uang semata hanya melulu membicarakan evolusi jenis-jenis uang?
Rasanya tidak. Sebab bukankah kita sering mendengar satu ungkapan “uang tidak bisa membeli kebahagiaan”?
Dengan mengambil contoh ungkapan tersebut, bukankah pada akhirnya kita juga bisa berspekulasi, bahwa sejarah uang juga berhubungan dengan kondisi mental kita ketika berhadapan dengan benda bernama ‘uang’?
Uang memang punya sejarahnya sendiri. Dan itulah yang akan kami bahas lewat seri sejarah, awal mula uang, yang akan dimuat dalam minggu-minggu mendatang.