the Monkey Times – Berbicara tentang logika, maka tidak lepas dari nama Aristoteles. Ahli filsafat ini telah memberikan pengaruh terhadap pemikiran manusia dari berbagai aspek.
Mendapatkan julukan sebagai Bapak Ilmu Pengetahuan, pemikirannya pada jaman dulu diterjemahkan dalam berbagai bahasa seperti Perancis, Ibrani, Latin, Arab, Italia, Inggris dan Jerman. Lalu sebenarnya siapa Aristoteles? Mari simak ulasannya berikut ini.
Kehidupan Aristoteles
Lahir di pertengahan tahun 384 SM, di Stagria yang masuk dalam wilayah Chalcidice, Thracia, Kerajaan Macedonia.
Ayah sang filsuf adalah seorang tabib Raja Amyntas III dari Macedonia, bernama Nicomacus. Pada umur 15 tahun, Nicomacus meninggal dunia dan sang filsuf pun dirawat oleh pamannya yang bernama Proxenus.
Ketika ia berusia 17 tahun, ia pergi ke Athena dan belajar di akademi milik Plato. Selama menjadi murid Plato, sang filsuf menanamkan pemahaman dalam hal spekulasi filosofi.
Ia pun sempat menjadi guru selama 20 tahun di akademi Plato.
Ia adalah orang pertama yang mengemukakan pernyataan bahwa bumi itu bulat hanya dengan memperhatikan jalan gerhana.
Tidak hanya itu saja, pembagian 10 jenis kata seperti kata sifat, kata benda, kata kerja dan sebagainya juga merupakan hasil pemikiran sang filsuf.
Setelah Plato meninggal pada tahun 347 SM, sang filsuf meninggalkan Athena dan memulai pengembaraan selama 12 tahun. Pada waktu tersebut, ia mendirikan akademi yang diberi nama Asus dan menikah dengan Phytias.
Namun, tidak lama Phytias meninggal dan sang filsuf kembali menikah dengan Sheepyllis dan dikaruniai seorang anak lelaki yang diberi nama Nicomachus, seperti nama ayahnya.
Pada tahun-tahun selanjutnya, ia juga mendirikan akademi di Mytilene. Di waktu tersebut sang filsuf pun sempat menjadi guru dari Alexander Agung selama 3 tahun.
Setelah Alexander Agung naik tahta, sang filsuf kembali ke Athena dan mendirikan Lyceum. Di Lyceum selama 12 tahun, ia mengajar kuliah, melakukan riset serta bereksperimen.
Ia juga membuat catatan-catatan secara terperinci dan cermat.
Selama Alexander Agung memerintah, sang filsuf tidak pernah dimintai nasihat dalam urusan pemerintahan. Meskipun begitu, Alexander Agung lah yang memberikan dana kepada sang filsuf untuk melakukan riset dan eksperimen.
Hal tersebut mungkin menjadi contoh pertama pemberian sejumlah dana dari pemerintah terhadap seorang ilmuwan untuk melakukan riset dan eksperimen.
Akan tetapi, hubungan antara Alexander Agung dengan sang mantan guru dipenuhi berbagai macam polemik.
Apalagi sang filsuf menolak kediktatoran Alexander Agung pada masa itu. Terlebih lagi, sepupu dari sang filsuf pernah dihukum mati karena tuduhan pengkhianatan.
Sempat juga Alexander Agung ingin membunuh mantan gurunya tersebut karena dianggap memiliki pemikiran yang terlalu demokratis.
Namun niat tersebut diurungkan oleh Alexander Agung mengingat bahwa Aristoteles memiliki hubungan yang erat dengannya dan dipercaya oleh rakyat Athena.
Pada tahun 323 SM, Alexander Agung meninggal dan membuat rakyat yang anti pemerintahan Macedonia mengambil alih. Pada saat itu, sang filsuf dituduh melakukan tindakan yang melawan dewa dengan penelitian-penelitiannya.
Sang filsuf pun ketakutan akan dibunuh oleh orang-orang yang membenci pengikut Alexander Agung, maka ia pun melarikan diri ke Chalcis.
Tepat setahun setelah pelarian atau tahun 322 SM, sang filsuf meninggal pada usia 62 tahun.
Pemikiran Logika Aristoteles
Hasil karya terbesar dari tokoh filsafat yang satu ini adalah pemikiran tentang logika. Logika adalah berpikir dengan cara teratur menurut hukum logika atau berdasarkan sebuah hubungan sebab dan akibat.
Sang filsuf menyebut hasil pemikirannya ini sebagai analytica.
Penemuan sang filsuf dalam bidang logika adalah silogistik atau silogisme atau dalam bahasa Yunani adalah syllogismós.
Artinya adalah uraian berkunci untuk menarik kesimpulan atas pernyataan umum dan pernyataan khusus. Di mana kesimpulan tersebut ditarik atas dasar kenyataan atau kebenaran yang sudah ada.
Misalnya begini:
- Semua manusia akan mati (pernyataan umum)
- Saya adalah manusia (pernyataan khusus)
Maka kesimpulan yang bisa diambil adalah saya akan mati.
Sang filsuf pun memberikan pernyataan bahwa ilmu pengetahuan baru dihasilkan dengan dua cara yaitu Induksi dan Deduksi.
Induksi adalah pola pikir dari umum ke khusus, sedangkan deduksi adalah kebalikannya dari pola pikir khusus ke umum. Cara pemikiran deduksi inilah yang disebut dengan silogisme.
Untuk contoh deduksi sering ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, semisalnya adalah kita memikirkan tentang seekor kucing. Kucing memiliki 4 kaki, berbulu dan memiliki ekor.
Maka bisa ditarik kesimpulan jika kucing milik Ani memiliki ciri-ciri tersebut. Di mana sebelum melihat kucing milik Ani, sudah pasti pikiran kita akan mengarah ke ciri yang sudah disebutkan.
Sedangkan untuk induksi adalah melihat hal detail sebelum menyimpulkan secara keseluruhan.
Semisal Anda masuk ke dalam sebuah ruangan, ada seorang guru, meja, kursi dan juga papan tulis, maka akan ditarik kesimpulan bahwa Anda berada di ruang kelas atau sekolah.
Secara umum pemikiran Aristoteles tentang logika ini selalu digunakan dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan sehari-hari.
Sehingga tidak heran jika silogisme dianggap sang filsuf sebagai cara tepat untuk menemukan pengetahuan-pengetahuan baru.