the Monkey Times – Warana (tirai pelindung) seorang yang pantas sekali disebut sebagai penjaga dan pelindung kearifan ke-Nusantara-an sebagai tokoh bangsa, seorang ulama, cendikia dan pendiri Nahdlatul Ulama ini, yakni KH. Hasyim Asyari.
Biografi KH Hasyim Asyari
Lahir di Desa Gedang, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur pada tanggal 10 April 1875. Ia lahir dari pasangan Kyai Asyari dan Nyai Halimah di Tambakrejo Jombang Jawa Timur.
Dari nasab Ibunya KH Hasyim Asyari masih tersambung ke Mas Karebet atau Jaka Tingkir yang kemudian menjadi raja Pajang dengan gelar Sultan Hadiwijaya, ditarik ke atas lagi sampai Ki Ageng Pengging Sepuh yang merupakan putra dari Prabu Brawijaya ke VI Majapahit.
Sedangkan dari nasab bapaknya tersambung ke ulama Maulana Ishak sampai ke Imam Jafar Shadiq bin Muhammad Al Baqir.
Sewaktu masih kecil, ia mempunyai bakat dan jiwa sebagai seorang pemimpin, saat umurnya yang ketiga belas ia sudah dapat membantu ayahnya mengajar santri – santri yang tentunya memiliki umur yang lebih tua di Pesantren Gedang di Jombang.
Kepandaian ini didapat atas gemblengan dari ayahnya dan kakeknya banyak wewarah wewaler dan wejangan yang disampaikan dari keluarga serta ajaran mengenai ilmu agama yang tentunya didukung oleh keluarga dan adanya minat besar menuntut ilmu dari diri sendiri.
Dalam kesempatannya di umur 15 tahun, ia keluar dari rumah meninggalkan orang tuanya kemudian belajar mengembara dari satu pesantren ke pesantren lain.
Beberapa pesantren yang pernah disinggahi yakni, pesantren Wonokoyo Probolinggo, Pesantren Langitan Tuban, kemudian pindah ke Semarang di pesantren Trenggilis.
Ketika ia belum puas kemudian ia melanjutkan ke Bangkalan di Pesantren Kademangan di bawah asuhan dari Kyai Muhammad Kholil bin Abdul Latif Bangkalan.
Setelah itu lanjut lagi pindah ke Pesantren Siwalan dibawah asuhan Kyai Ya’qub inilah kemudian ia merasakan sebuah penemuan sumber – sumber Islam yang menurutnya sesuai apa yang ia kehendaki dan ia inginkan.
Tak tanggung selama lima tahun ia mengenyam pendidikan di pesantren Siwalan, sampai Kyai Ya’qub terkesima dengan kepandaian dari Hasyim Asyari muda dan akhirnya beliau Kyai Ya’kub menikahkan putrinya bernama Nyai Nafisah dengan Hasyim Asyari muda.
KH Hasyim Asyari menikah lagi dengan Nyai Chadijah setelah istri pertama meninggal di tahun 1892, menikah lagi dengan Nyai Nafiqoh setelah meninggalnya Khadijah.
Di kemudian hari dari KH. Hasyim Asyari melahirkan tokoh Abdul Wahid Hasyim tokoh pergerakan Nasional dan seorang Presiden tokoh bangsa Indonesia yakni Gus Dur yang tak lain cucunya sendiri.
Perjuangan Hadratus Syeikh (Maha Guru) KH. Hasyim Asyari
Beliau sempat menimba ilmu di Mekkah selama 7 tahun kepada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabawi, Syeikh Mahfudh At – Tarmisi, Kyai Shaleh Darat Al Samarani yang merupakan guru di bidang hadits pada tahun 1892 – 1899, ketika pulang beliau sempat untuk singgah sebentar ke Johor Malaysia untuk mengajar ilmu kepada para santrinya sampai tahun 1899.
Sesampainya pulang ke tanah air dari Mekkah dan Johor Malaysia, di kampung halamannya Jombang beliau mendirikan pesantren Tebu Ireng pada tahun yang sama sejak beliau meninggalkan Mekkah dan Johor.
Nama Tebuireng merupakan sebuah nama dari dusun kecil dimana masih termasuk kawasan wilayah Cukir, Kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang. Arti nama dari ‘Tebu Ireng’, menurut masyarakat setempat berasal dari 2 versi, versi pertama berasal dari ‘Kebo Ireng’ (Kerbau Hitam), versi kedua diambil dari nama punggawa kerajaan Majapahit yang sudah beralih masuk Islam dan bermukim di dusun tersebut.
Pada tahun 1926 Beliau mendirikan Nahdlatul Ulama organisasi Islam dimana sebagai bentuk respon adanya gerakan reformasi pembaruan pemikiran Islam pada akhir abad 19 dari Muhammad Abduh yang akhirnya juga mengakibatkan muncul organisasi Islam yang lebih dahulu ada seperti Muhammadiyah dan Persis (Persatuan Islam).
Kyai Hasyim sewaktu itu menolak pemikiran Abduh yang melepaskan diri dari keterikatan madzhab, Kyai Hasyim berkeyakinan bahwa tidak mungkin untuk memahami maksud yang sebenarnya dari Al Quran dan Hadits tanpa mempelajari pendapat para ulama besar yang tergabung dalam sistem mazhab yang berpegangan pada tali Rasulullah Saw.
Awal mulanya membentuk pesantren Tebu Ireng, kemudian membuat organisasi Nahdlatul Wathan tahun 1916 dan Taswirul Afkar tahun 1918. Di tengah gonjang – ganjing mazhab resmi Arab Saudi adalah Wahabi dan berencana menghancurkan situs sejarah Islam yang selama ini diziarahi dan dianggap musyrik dan bid’ah oleh Raja Ibnu Saud.
Golongan kelompok pesantren membentuk Komite Hijaz, setelah usulan nya dari Komite Hijaz diterima baik dan membolehkan faham bermazhab tetap hidup di Saudi Arabia, Komite ini lantas pulang ke tanah air.
Sesampai di Indonesia Komite Hijaz, atas ijin Hasyim Asyari membentuk organisasi keagamaan yang menampung ulama dan santri masyarakat berlatarkan pesantren yakni Nahdlatul Ulama. Pada tahun 9 November 1945, KH.
Hasyim Asyari sangat berperan, beliau menggelorakan bumi Surabaya dengan mengeluarkan fatwa atas jawaban ultimatum pihak sekutu saat Clash I, “Bahwa Fardhu ‘Ain hukumnya bagi seluruh umat Islam yang berada dalam jarak 94 kilometer dari kota Surabaya untuk membela Surabaya.
Pertempuran sengit yang dikomandoi Bung Tomo terjadi selama 3 minggu 10 November – 2 Desember 1945 sehingga setelahnya diperingati sebagai hari Pahlawan Nasional.
Sumber :
- https://surau.co/kh-hasyim-asyari-biografi-singkat/
- http://sosok-tokoh.blogspot.com/2016/05/biografi-singkat-kh-hasyim-asyari.html
- https://www.kompasiana.com/sukir20789/61f87a09b4616e297a1dafa3/hadratussyaikh-kh-hasyim-asy-ari/mengapa-etika-diperlukan-dalam-dunia-bisnis
- https://tebuireng.online/mengenang-hadratussyaikh-kh-hasyim-asyari/
- https://regional.kompas.com/read/2021/04/21/215543878/biografi-kh-hasyim-asyari-asal-silsilah-pemikiran-hingga-perjuangan?page=all
- 2017, Baso Ahmad, dkk, KH. Hasyim Asyari “Pengabdian Seorang Kyai untuk Negeri”, Museum Kebangkitan Nasional.