the Monkey Times – Pengadilan Agama merupakan institusi negara yang secara sah diberi kewenangan untuk memeriksa, menyelesaikan dan memberi keputusan penyelesaian perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam.
Dengan pengertian tersebut, perkawinan menjadi salah satu perkara antara orang-orang yang beragama Islam yang bisa ditangani Pengadilan Agama.
Kita sudah tahu bahwa setiap orang Islam yang melangsungkan pernikahan di antara mereka akan mendapatkan Buku Nikah yang dikeluarkan Kantor Urusan Agama (KUA).
Karena itu apabila ada di antara pasangan beragama Islam dengan Buku Nikah mengajukan perceraian, maka segala hal terkait dengan keputusan perceraian harus diajukan dan diputuskan di Pengadilan Agama.
Pada prinsipnya setiap gugatan perceraian di antara suami istri beragama Islam bisa diajukan dari pihak suami maupun dari pihak istri. Namun terkait dengan istilah gugatan dari keduanya terdapat perbedaan sebagai berikut:
- Bila gugatan diajukan suami kepada isterinya, maka tindakan itu disebut Permohonan Cerai Talak. Dalam posisi ini, Suami menjadi pemohon, sedangkan istri menjadi termohon.
- Sedangkan bila permohonan cerai dilakukan pihak istri, maka tindakan itu disebut gugatan perceraian. Dalam posisi ini, istri disebut penggugat, dan suami disebut tergugat.
Jadi secara hukum istri diperbolehkan menggugat cerai suami, dan hak istri untuk melakukan hal tersebut dijamin oleh peraturan mengenai gugatan perceraian yang berlaku di Pengadilan Agama.
Tentu saja selalu ada alasan dibalik sebuah tindakan, termasuk ketika istri menggugat cerai suami.
Istri bisa saja menggugat cerai suami ketika dia mendapati suaminya pergi meninggalkannya selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin istri dan tanpa alasan yang masuk akal.
Gugatan cerai dari istri bisa diajukan ketika suami ketahuan melakukan judi, zina, suka mabuk, atau melakukan hal-hal buruk lain yang sukar disembuhkan.
Selain kedua alasan diatas, berikut beberapa alasan yang bisa menyebabkan munculnya gugatan cerai dari istri:
- Rumah tangga selalu dipenuhi pertengkaran dan perselisihan, sampai-sampai tidak ada harapan lagi untuk memperbaikinya.
- Suami tidak bisa menjalankan kewajibannya sebagai kepala rumah tangga, karena alasan seperti cacat badan.
- Suami melakukan penganiayaan kepada istri.
- Suami dihukum 5 tahun penjara, yang menyebabkannya tidak bisa menafkahi istri baik secara lahir dan batin.
Dengan alasan-alasan seperti yang disebut di atas, seorang istri jadinya diperbolehkan menggugat cerai suami.
Yang penting dari proses penggugatan cerai dari sang istri adalah ketersediaan bukti dan saksi. Nah, bukti-bukti yang harus dipersiapkan adalah sebagai berikut:
- Bukti Pernikahan, atau Buku Nikah yang sah dan dikeluarkan serta mendapat cap KUA.
- Kartu Tanda Penduduk milik penggugat (istri).
- Membawa Akta Lahir Anak yang dikeluarkan kantor Catatan Sipil sebagai surat Bukti Kelahiran Anak. (Bila memiliki anak).
- Bukti Kartu Keluarga.
- Bukti-bukti pendukung yang bisa memperkuat alasan perceraian.
- Bila akan menuntut nafkah kepada suami, sertakan juga bukti penghasilan suami.
- Bila mengajukan gugatan pembagian harta, maka bukti yang menunjukan tentang pengelolaan harta bersama bisa disertakan juga.
Setelah mempersiapkan bukti, istri harus melakukan hal-hal lain sebagai berikut:
- Mendaftarkan gugatan cerai di pengadilan agama setempat
- Membuat surat gugatan yang disertai alasan meminta cerai
- Menyiapkan biaya perceraian
- Mengikuti seluruh tata cara dan aturan persidangan
- Mempersiapkan saksi
Demikianlah cara mengajukan gugatan cerai dari pihak istri. Yang paling penting dari seluruh tata cara dan petunjuk diatas adalah: Anda hendaknya mengikuti tata tertib dan peraturan persidangan perceraian yang diatur Pengadilan Agama.
Dan bila Anda ada berada di posisi penggugat, hal itu jadi sangat penting.