the Monkey Times – Bicara investasi di zaman sekarang berarti membayangkan keberadaan seseorang maupun lembaga yang menanamkan modalnya di sebuah entitas bisnis. Tujuannya tentu saja untuk mendapat keuntungan.
Di zaman sekarang pula kita melihat pola pertumbuhan investasi di Indonesia yang tidak bisa dipalingkan dari investasi syariah.
Laporan yang dilansir dari Kontan, misalnya, menyebut jumlah kapitalisasi pasar modal syariah yang mencapai Rp 3.778 triliun pada 8 November 2019 di Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Angka statistik itu berarti penting. Setidaknya menunjukkan kepada kita ihwal kapitalisasi modal syariah di BEJ tahun lalu, yang mencapai 53,18% dari total seluruh perusahaan yang tercatat di BEJ.
Ketika mendengar ‘syariah’, tentu yang terbayang di benak kita adalah seperangkat hukum agama yang mengatur kapitalisasi modal. Pertanyaannya, bagaimana sebetulnya prinsip investasi dalam Islam?
Prinsip Investasi dalam Islam
Sebagaimana yang kita tahu bahwa pandangan investasi menurut Islam akan sangat berbeda dengan investasi konvensional. Ada beberapa prinsip investasi menurut Islam yang harus disebut disini:
Pemodal tetap mendapat bagi hasil
Kita tentu familiar dengan konsep investasi yang kurang lebih begini maknanya: ada sejumlah uang yang ditanamkan atau dititipkan pemilik modal melalui mitra lembaga atau individu, yang kemudian bisa diambil dalam jangka waktu tertentu.
Prinsip umum investasi di atas kurang lebih sama maknanya dengan prinsip fikih Islam tentang produk kemitraan, dimana pemilik harta berhak memperoleh hasil bagi dari modal yang diinvestasikan lewat berbagai macam metode.
Prinsip keuntungan yang besarannya ditentukan sesuai kesepakatan
Keuntungan yang didapatkan oleh pemilik modal dihitung berdasarkan kesepakatan dengan mitra bisnis.
Dalam hukum syariah, prinsip tersebut disebut mudlarabah. Jadi prinsip pembagian keuntungan investasi dalam Islam bukan berdasarkan besaran modal yang disetor, melainkan kesepakatan kedua belah pihak.
Prinsip halal
Investasi yang dilakukan harus bersifat halal. Oleh sebab itu kita perlu memastikan apakah sektor yang mendapat limpahan modal bergerak di bidang halal atau tidak.
Dengan kata lain, kita tidak diperkenankan menanam modal di sektor hiburan malam yang notabene dekat dengan penyimpangan.
Selain dinilai dari segi teknis, kehalalan bisnis juga bisa dilihat dari niat dan motivasinya.
Bila sejak awal dilatarbelakangi dari niat dan motivasi yang baik, tentu saja investasi yang dilakukan menjadi halal.
Akan berbeda cerita ketika investasi yang dilakukan memiliki tujuan menyimpang dan cenderung buruk.
Prinsip selektif
Dengan mendasarkan prinsip pada kehalalan Investasi, penanaman modal ala Islam berarti kegiatan tersebut harus jauh dari aktifitas yang mengandung unsur gharar (penipuan/ketidakjelasan), riba dan unsur masysir (judi).
Investasi Islam: Riwayat Nabi dan Orang Yahudi
Dalam Islam, manusia justru disarankan untuk melakukan investasi dengan tetap berpegang teguh pada prinsip Nabi Muhammad SAW.
Kita sering mendengar cerita Nabi, yang sering dinarasikan sebagai seorang pedagang yang jujur. Karena itulah Rasulullah SAW semasa hidupnya mendapat julukan Al-Amin, alias orang yang dapat dipercaya.
Dalam sebuah riwayat yang tercatat di Shahih Bukhari, diceritakan Rasulullah SAW menyerahkan lahan kepada orang Yahudi untuk dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Diceritakan dari riwayat yang sama, orang Yahudi itu memperoleh bagi hasil pula.
Riwayat itu membuka sedikit tabir, bahwa Rasulullah SAW pun pernah mempraktekkan konsep yang di zaman sekarang kita kenal sebagai ‘investasi’.
Hanya saja dalam riwayat yang sama disebutkan pula bahwa Rasulullah SAW melarang lahan tersebut disewakan untuk keperluan lain.
Jenis-jenis investasi yang diperbolehkan dalam Islam
Pada dasarnya selama halal, kesepakatannya jelas bagi kedua belah pihak, dan tidak menyalahi etika, jenis investasi apapun diperbolehkan dalam hukum Islam.
Contohnya seperti investasi emas maupun bisnis properti. Keduanya sah-sah saja dilakukan bila memenuhi unsur-unsur diatas. Begitu pula dengan investasi di bidang pasar modal dan saham.
Jadi meski dalam prinsipnya berbeda dengan investasi konvensional, investasi dalam kerangka hukum Islam tetap sah dan halal, selama objek investasinya tidak diselewengkan dari kesepakatan serta tidak mengandung unsur kegiatan yang diharamkan hukum Islam itu sendiri.