the Monkey Times – Kisah cinta Nabi Muhammad SAW pun berlanjut. Siti Khadijah yang sebelumnya merupakan janda dari pernikahan dengan Abu Halah bin Zurarah at-Tamimi yang meninggal dan telah dikarunia anak Halah dan Hindun selama pernikahannya.
Khadijah kemudian hidup menyandang predikat janda muda nan kaya di Mekkah, hal yang tidaklah mudah dialami oleh Siti Khadijah sebab sebelumnya dia merupakan bunga Mekkah yang diperebutkan banyak bangsawan serta saudagar yang kaya yang ingin meminang hatinya.
Ia bergelut dengan kehidupan melalui kepandaiannya dalam memanfaatkan peluang dan bergaul sehingga ia mampu bertahan dan menjalani kehidupan cemerlang di kemudian harinya.
Meskipun begitu, setangguh apapun seorang wanita tetap membutuhkan perlindungan dan keamanan dari seorang laki – laki sejati apalagi bisnisnya kian melesat dan membumbung tinggi sudah barang tentu memerlukan sosok pendamping hidup.
Beberapa pinangan muncul dihadapannya Siti Khadijah, yang ia terima pinangan dari Atiq bin ‘Aid Al-Makhzumi, namun tidak berselang lama Allah menguji mentalnya lagi dengan meninggalnya suami keduanya.
Sekembalinya bernaung dalam kesendirian Siti Khadijah menempa dirinya menjadi wanita yang kokoh dan kuat. Sebetulnya masih banyak yang antri untuk meminang hati seorang sosok janda yang cantik di mekkah ini, namun Siti Khadijah menolak pinangan tersebut dengan halus. Ia berdalih untuk berkonsentrasi penuh mengurus putra – putrinya dan mengurus bisnisnya.
Di suatu ketika ia mendengar kabar mengenai sosok laki-laki muda yang terpercaya, jujur pandai nan cerdas, lalu ia mengutus seorang kepercayaannya Maesarah untuk datang ke Muhammad bin Abdullah agar menawarkan pekerjaan.
Siti khadijah berpesan kepada Maesarah supaya menceritakan semua apa yang ditemui dan diketahui tentang Muhammad bin Abdullah untuk dilaporkan kepada dirinya.
Selang beberapa hari pulang lah rombongan perniagaan Muhammad. Kemudian Maesarah memberikan laporan kepada Siti Khadijah tentang perilaku kehidupan Muhammad sepanjang perjalanan bersama Muhammad. Maesarah mengatakan bahwa Muhammad merupakan pemuda yang memiliki budi yang luhur, agung serta berakhlak mulia.
Dia Muhammad sama sekali tidak pernah berbohong selama menjalankan tugasnya, apabila barang yang dijualnya dalam kondisi tidak bagus dia bilang apa adanya. Tak cuma hal tersebut Muhammad juga menjaga akhlaknya, dia selalu menundukkan kepala serta pandangannya. Benar – benar pemuda yang yang mengagumkan, tegas Maesarah kepada Siti Khadijah.
Merespon laporan tersebut, Siti Khadijah makin tertarik dengan kepribadian pemuda yang bernama Muhammad. Ia sebagai seorang wanita yang lembut segera bercerita dengan sahabatnya Nafisah binti Muniyah.
Perasaan Khadijah dari hari ke hari semakin tidak sanggup menahan perasaannya. Setelah Nafisah memahami perasaan gundah gulana sahabatnya maka Nafisah segera menyusun rencana. Lalu Nafisah menemui Muhammad dan menceritakan perihal perasaan yang dialami oleh Siti Khadijah kepada Muhammad.
Ia menyampaikan “Muhammad, aku Nafisah binti Munyah. Aku datang membawa berita tentang seseorang perempuan agung, suci dan mulia. Pokoknya ia sempurna, sangat cocok denganmu, kalau engkau mau, aku bisa menyebut namamu di sisinya,” dikutip dari buku Bilik-bilik Cinta Muhammad.
Setelah menyampaikan lamaran Khadijah, Nafisah yang cerdik juga menyampaikan sekiranya jangan dijawab langsung saat itu juga memberikan waktu kepada Muhammad untuk memikirkan dan mempertimbangkan matang – matang. Besok atau lusa aku akan datang menghampirimu lagi, sambung Nafisah.
Menindaklanjuti perihal apa yang sudah tersampaikan oleh Nafisah, keduanya Muhammad dan Siti Khadijah berkonsultasi dengan keluarga besarnya masing – masing dan akhirnya kedua keluarga pun mencapai kata sepakat untuk menikahkan anak – anaknya.
Dengan maskawin 20 ekor unta muda, Muhammad bin Abdullah menikahi Siti Khadijah bin Khuwailid. Muhammad dan Siti Khadijah terpaut selisih umur kurang lebih 15 tahun, namun Muhammad tidak terhalang oleh kesenjangan umur yang lebih tua dan tentunya lebih kaya Khadijah dari segi ekonomi.
Muhammad dan Siti Khadijah dapat berjuang bersama – sama membangun rumah tangga yang penuh berkah serta Allah telah menganugerahi pasangan yang penuh berkah ini dengan enam orang anak (Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Kultsum, dan Siti Fatimah). Namun kedua putranya yang laki – laki meninggal sewaktu masih bayi.
Dukungan Penuh Istri Tercinta saat Bertafakur Diri di Gua Hira
Sebelum datangnya kerasulan di dalam diri Muhammad, Mekkah mengalami kekacauan dalam perilaku masyarakatnya, dari berbagai sumber sejarah tercatat bahwa di masa itu, orang arab badui melakukan berbagai tindakan keji yang sangat tidak terpuji.
Seperti halnya membunuh anak-anak perempuan mereka, perang antar suku, orang-orang sedang trend menyembah berhala serta sering melakukan mabuk- mabukan dan berzina.
Hal tersebut kemudian membuat Muhammad semakin gelisah dan risau melihat keadaan di lingkungannya seperti itu. Beliau kemudian mengambil langkah untuk merenung dan menyendiri di Gua Hira.
Tempat dataran tinggi dan jauh dari keramaian beliau bertafakur mendekatkan diri pada Allah Sang Pencipta. Sebagai seorang istri yang teladan Siti Khadijah mempersiapkan bekal makanan dan minuman untuk suami tercinta menjalani perenungan di Gua Hira selama beberapa hari dan begitu terus selama beberapa waktu dan cintanya sang istri mendukung penuh Muhammad ketika dia pergi dari rumah.
Hingga suatu ketika saat bertafakur di Gua Hira datanglah Malaikat Jibril atas utusan Allah Swt. Sepulangnya setelah kejadian tersebut Muhammad bergetar tubuhnya dan ia lalu bercerita kepada Siti Khadijah apa yang ia temui, dan disaat itu juga Jibril menyampaikan wahyu yang pertama Al-Alaq 1-5 kepada Muhammad. Aku khawatir bahwa bisa saja aku dapat gangguan dari jin, tegas Muhammad Saw.
Namun lagi-lagi peran seorang istri teladan Nabi Muhammad Saw menenangkan dan menghibur. Lantas, Siti Khadijah menjawab dengan “Tidak! Bergembiralah. Demi Allah, sesungguhnya Allah tidak akan membuat kamu kecewa. Engkau adalah seorang yang suka menyambung tali keluarga, selalu menolong orang yang susah, menghormati tamu, dan membela orang yang berdiri di atas kebenaran.”