the Monkey Times – Seperti yang kita ketahui Nabi Muhammad memiliki nasab yang sangat baik. Ayahnya Abdullalh bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf. Ibundanya bernama Aminah binti Wahb.
Kedua orang tua Nabi tidak pernah jadi saksi hidup dan syiar yang dilakukan anaknya. Sebab kedua orang tuanya memang lebih dahulu berpulang.
Beberapa tahun selepas Ibundanya, sang kakek yakni Abdul Muttalib juga berpulang. Sehingga Nabi Muhammad tinggal dan diasuh hingga dewasa oleh pamannya Abu Thalib. Ayah Nabi berpulang ketika di perjalanan kembali dari Syam untuk kepentingan dagang.
Abdullah merupakan putra bungsu dari Abdul Muttalib. Abdullah, Zubair, Abu Thalib dan juga lima anak perempuan lainnya berasal dari satu ibu yang sama. Ibundanya bernama Fatimah binti Amru bin Aid Al Makhsumsi, yang merupakan salah satu limat Fatimah yang masih satu nasab dengan Rasulullah SAW.
Umum diketahui bahwa para sejarawan hingga kini sulit untuk menentukan tahun kelahiran Abdullah. Sayangnya hingga kini belum ada yang mampu menggambarkan sosok Abdullah bin Abdul Muttalib dengan detil.
Meski begitu beberapa catatan riwayat tentang Abdullah bukannya tidak ada sama sekali.
Abdullah dan Nadzar Ayahnya
Abdullah memang pernah akan dijadikan sebagai korban yang disebabkan nadzar ayahnya. Ketika itu Abdul Muttalib bernadzar: jika berhasil menggali sumur zam zam serta memiliki anak, maka dirinya akan memilih satu anak untuk dikorbankan. Mirip dengan kisah Nabi Ismail dan Ibrahim, kendati berbeda secara prinsip cerita.
Tuhan memberi sepuluh anak kepadanya. Walhasil Abdul Muttalib harus menebus nadzar yang telah diucapkan. Pemilihan korban dilakukan dengan cara diundi.
Ketika proses pengundian berlangsung, justru nama Abdullah yang akhirnya keluar. Keputusan ini mendapat tentangan dari banyak pihak, sebab Abdullah merupakan sosok yang begitu dibanggakan di Makkah.
Abdul Muttalib kemudian pergi mencari orang bijak di Syam guna meminta nasihat. Syahdan, orang tersebut menyarankan untuk melakukan undian dengan sepuluh unta dan Abdullah. Namun ternyata yang keluar kembali nama Abdullah.
Hingga akhirnya untanya ditambahkan dengan seratus ekor unta, barulah yang keluar unta.
Abdullah tidak jadi dikorbankan.
Sebagai gantinya Abdul Muttalib menyembelih 100 ekor unta dan dibagikan kepada kaumnya. Berkat peristiwa ini, lahirlah ketetapan diyat atau tebusan bagi pembunuh yang tidak diqishas. Dengan cara membayar diyat sejumlah 100 ekor unta, atau uang yang nilainya sebanding.
Pernikahan Abdullah Dengan Aminah
Ketika Abdul Muttalib menyembelih 100 ekor unta, ada 1 ekor unta yang telah disembelih. Kemudian dagingnya dibawa ke Wahab bin Manaf bin Zuhrah yang juga seorang ketua Kabilah Bani Zuhrah. Tujuannya bukan hanya mengantar daging, tapi juga menjodohkan Abdullah dengan Aminah binti Wahab.
Pernikahan Abdullah dan Aminah berlangsung di tahun 569 Masehi. Setahun setelahnya Nabi Muhammad lahir. Ada cerita menarik ketika Abdullah dibawa sang Ayah untuk menuju rumah Aminah. Ketika di jalan pasangan ayah dan anak ini bertemu dengan seorang perempuan bernama Qutaylah.
Qutaylah terkenal dengan kecantikannya. Bahkan perempuan itu sempat meminta Abdullah menjadikannya istri. Menurut cerita wajah Abdullah memancarkan cahaya berseri-seri yang membuat Qutaylah jatuh cinta kepadanya. Abdullah tentu saja menolak pinangan Qutaylah.
Abdullah wafat di usia 25 tahun tanpa sempat melihat putranya. Berbagai spekulasi berkembang perihal wafatnya Ayah Nabi, dan pendapat yang paling kuat adalah dia meninggal sebelum Nabi Muhammad SAW lahir. Abdullah mewariskan seorang budak yaitu Ummu Aiman, sekawanan kambing, 5 ekor unta, pedang tua dan juga sejumlah harta kepada Nabi Muhammad SAW.
Penulis: Kukuh Hilmawan Putra | Editor: M. Hadid