the Monkey Times – Kalau ada satu kelemahan Liverpool yang dari musim ke musim selalu muncul, itu adalah blunder kiper.
Faktor ini jadi salah satu alasan yang menjawab kekalahan Liverpool dari Leicester City, di tengah genting-gentingnya nasib mereka dalam memburu juara liga.
Tiga gol Leicester City dicetak James Maddison, Jamie Vardy dan Harvey Barnes pada 20 menit terakhir sebelum peluit babak kedua dibunyikan.
Sementara itu Liverpool hanya mampu mencetak satu gol melalui Mo Salah pada menit 67.
Tapi sejak November 2014, ketika Liverpool masih ditangani Brendan Rodgers, ini adalah kali pertama The Reds kalah tiga kali berturut-turut.
Terlebih bagi Jurgen Klopp, kekalahan melawan Leicester justru terjadi ketika dia jadi manajer kesembilan yang berhasil mencapai 300 pertandingan bersama Liverpool. Ironisnya dia menyamai nasib Bill Shankly yang juga kalah dalam pertandingan ke-300 bersama Liverpool pada 1965.
Bagaimana Leicester mengalahkan Liverpool
Terlepas dari blunder fatal Allison, Leicester bermain relatif gemilang dalam mengejar ketertinggalan satu gol dari tamunya itu.
Liverpool, di sisi lain, sebetulnya mendominasi pertandingan, namun tidak bisa mengonversi keunggulan tersebut jadi lebih banyak gol.
Peluang mencetak gol pertama jadi milik Leicester ketika Barnes mencungkil bola pada menit 11, supaya benda itu mampir ke kaki Vardy. Sayang tendangan lob Vardy, yang berusaha mencetak gol dengan penuh gaya, justru melambung jauh dari target.
Enam menit kemudian giliran Salah mendapat peluang mencetak gol, setelah tendangan setengah volinya menyamping ke sisi kanan gawang Leicester.
Menit ke-20 Mane terlepas di kotak penalti Leicester, dan bola berada dalam jarak penguasaannya, setelah Salah mengomandoi serangan balik dari sayap kanan. Sayang masih ada Amartey yang mampu menggagalkan peluang Mane, persis ketika kiper Leicester, Schmeichel keluar dari posisinya.
Leicester yang memilih menunggu, karena kalah penguasaan bola, sebetulnya tidak lebih inferior ketimbang tamunya itu. Ini terbukti ketika mereka sanggup menghasilkan sejumlah peluang mencetak gol di babak pertama, dengan James Vardy jadi satu-satunya pemain yang paling mengancam gawang Liverpool lewat tendangan lobnya tadi.
Baru di menit 57 Liverpool mengancam lewat sepakan bebas Alexander-Arnold yang masih menghantam mistar gawang. Empat menit kemudian Firmino mengungguli Amartey di duel udara menyambut sepak pojok Alexander-Arnold, namun bola masih melebar di sisi kiri.
Baru sepuluh menit kemudian Salah memicu kebahagiaan sementara dari para penggemar Liverpool dengan golnya yang bersarang di pojok kiri gawang Schmeichel. Liverpool sementara bisa tersenyum setelah gol tersebut.
James Maddison menyamakan kedudukan pada menit 78 setelah VAR review membantunya mencatatkan nama di papan skor. Tadinya gol tersebut tidak disahkan wasit karena Amartey dianggap terjebak offside ketika Maddison mengeksekusi tendangan bebas.
Namun tayangan VAR akhirnya mengesahkan gol tersebut setelah bagian kaki Firmino – lewat tayangan VAR – terlihat di sisi dalam batas offisde dan pada gilirannya membantu Amartey bebas dari jebakan tersebut.
Baru pada menit 81 Allison terlihat seperti amatiran ketika dia gagal mengantisipasi umpan jarak jauh Tielemans yang mengarah ke Kabak. Lucunya Allison terlihat grasa-grusu dan akhirnya menabrak Kabak yang bersiap-siap menerima bola umpan jauh tersebut. Walhasil, kebodohan Allison membuat James Vardy leluasa mencetak gol ke gawang kosong.
Dan akhirnya gol terakhir Leicester tercipta lewat kaki Harvey Barnes pada menit 85. Di momen itu bek-bek Liverpool seperti loyo. Tidak bersemangat. Tatap mata mereka kosong. Seolah sudah siap merelakan gelar juara jatuh ke tim pesaing mereka.