the Monkey Times – Lima poin. Itulah jarak yang memisahkan Arsenal dengan jurang zona degradasi. Dan jarak mereka semakin dekat setelah kalah dari Everton di pertandingan lanjutan Liga Premier Inggris, Sabtu malam (19/12/2020).
Arsenal kalah 2-1 dari Everton di Goodison Park, setelah bermain sangat buruk dan cenderung menyedihkan.
Tim asuhan Mikel Arteta itu bahkan tidak mampu menciptakan peluang dari permainan terbuka, meskipun statistik pertandingan menunjukkan keunggulan mereka. Bisakah Anda bayangkan tim yang menguasai bola sebanyak 59 persen dan menciptakan 13 kali peluang mencetak gol, malah gagal membawa pulang poin kemenangan?
“Penguasaan bola tidak berarti apa-apa, sebab segalanya adalah tentang yang Anda ciptakan. Kompetisi bukanlah soal siapa yang paling sering memegang bola.
Everton pemenangnya. Mereka menghasilkan sesuatu. Apa yang Anda tawarkan?,” tanya Jamie Carragher, asisten komentator, seperti dikutip the Monkey Times (Sabtu, 20/12/2020) dari Sky Sports.
Pernyataan Carragher jelas, Anda tidak bisa jadi pemenang hanya dengan bermodalkan penguasaan bola. Sebab hasil akhir adalah yang paling penting dalam sebuah pertandingan sepakbola.
Arteta bersikeras Arsenal tidak beruntung dalam pertandingan tersebut. Dia bersikeras timnya mengontrol pertandingan, mencetak banyak peluang, mendominasi Everton, serta bermain dengan baik.
“Kami menciptakan banyak peluang, setidaknya supaya tidak kalah – (tembakan) kami membentur tiang (gawang) jadi kami tidak punya keberuntungan,” katanya di laman Sky Sports.
Everton menang 2-1, dengan penentuannya diberikan lewat kepala Yerry Mina di menit ke-45. Dia menanduk masuk umpan sepak pojok Gylfi Sigurdsson. Bola yang ditanduk dari jarak dekat itu tidak mampu dicegah kiper Arsenal, Bernd Leno.
Gol Everton sebelumnya didapat dari gol bunuh diri yang dilakukan bek Arsenal, Rob Holding di menit ke-22. Gol itu bermula dari umpan yang menusuk ke jantung pertahanan Arsenal, dan mengarah ke striker Everton, Calvert-Lewinn.
Calvert-Lewinn menanduk bola, yang kemudian mengenai badan Holding, menyebabkan bola berbelok tanpa mampu dicegah Bernd Leno.
Arsenal menyamakan kedudukan lewat sepakan penalti Nicolas Pepe di menit ke-35. Penalti diberikan wasit setelah Tom Davies melakukan pelanggaran terhadap Maitland-Niles.
Namun toh selain gol penalti, Arsenal tidak bisa berbuat banyak. Mereka akhirnya kalah, terjerembab di peringkat 15, dan manajernya menghadapi ancaman pemecatan.
Bila tak berubah, Arsenal bakal terus kalah. Bila terus kalah, tentu saja mereka harus rela mengucap salam perpisahan kepada Liga Premier. Apakah itu mungkin terjadi pada Arsenal, klub dengan tradisi juara kuat di Inggris?
Mungkin saja. Kenapa tidak. Kita mesti ingat. Leicester City, tim yang tak punya tradisi juara kuat di liga yang sama, malah meraih juara pada 2015/2016.
Sementara itu untuk Everton. Kemenangan atas Arsenal membawa mereka nangkring di peringkat 2 klasemen sementara, dengan koleksi 26 poin dari 13 pertandingan.