the Monkey Times – Kecuali Ajax Amsterdam yang masa lalunya penuh dengan atribut juara Eropa, Liverpool boleh dibilang dikelilingi tim-tim semenjana di Grup D Liga Champions
Dua tim lain, Atalanta dan Midtjylland, rasanya asing di telinga. Hanya Atalanta yang musim lalu yang berhasil mencapai perempat final, yang rasanya patut diperhitungkan lagi musim ini. Dengan catatan mereka mampu konsisten.
Liverpool terbilang nyaman di grup D, setidaknya sampai matchday 2, dimana mereka mengalahkan Midtjylland dengan skor 2-0 di Anfield pada Selasa dini hari (28/10/20).
Walau begitu, bukan berarti Liverpool mendapatkan kemenangan dengan cara yang nyaman. Skuad asuhan Jurgen Klopp harus berjuang, sebuah nilai yang diamini secara bulat oleh Trent-Alexander Arnold.
“Mereka (Midtjylland) melakukan pekerjaan yang sangat bagus. Kami harus bekerja keras menghasilkan banyak peluang di babak pertama.
Kami mengganti personel serta sedikit sistem permainan kami dan hasilnya terbayar di babak kedua,” kata Arnold dalam jumpa pers, seperti dikutip situs UEFA.
Pernyataan Arnold ada benarnya, apalagi bila kita mencermati dua gol Liverpool yang baru lahir di babak kedua. Adalah kaki Jota (menit ke-55) dan Salah (penalti, 90 + 3) yang membuat seluruh skuad Liverpool tenang karena baru saja memenangkan satu pertandingan lagi.
Namun seperti yang dikatakan Arnold, Liverpool harus bekerja keras. Dan yang lebih mengherankan – untuk tim sekelas Liverpool yang memegang sejarah panjang di Liga Champions – mereka terlalu mudah kehilangan bola, tidak sabar ketika menguasainya, dan kurang mengusai ritme pertandingan.
Liverpool bahkan bisa saja ketinggalan dulu di menit ke-2 andai Alisson tidak sigap menghalau tembakan Anders Dreyer yang lolos dari pantauan bek-bek Liverpool.
Singkat cerita, Midtjylland bermain lebih disiplin, dengan masing-masing pemain tampak seperti sepasukan prajurit yang tidak pernah berhenti berlari. Di akhir pertandingan, statistik menunjukkan para pemain Midtjylland berlari lebih jauh ketimbang Liverpool (114,1 km berbanding 112,8 km).
Hanya saja nasib adalah faktor yang membedakan performa kedua tim. Adalah umpan Arnold di sisi dalam kotak penalti yang memudahkan Jota mencetak gol – yang kebetulan jadi gol ke 10,000 sepanjang sejarah klub.
Lalu penalti Salah di menit-menit akhir pertandingan membuat Liverpool mengunci kotak kemenangan. Meski sesungguhnya mereka kurang bermain baik.
Di Italia, Atalanta meraih hasil seri
Mood of the day: #molamia 👊#UCL #GoAtalantaGo ⚫️🔵 pic.twitter.com/K9Wxhessmc
— Atalanta B.C. (@Atalanta_BC) October 28, 2020
Di Atalanta Stadium – Bergamo, tuan rumah Atalanta harus puas dengan hasil imbang 2-2 melawan Ajax. Skuad asuhan Gian Piero Gasperini itu memang harus puas, sebab mereka tertinggal 0-2 lebih dulu. Ajax unggul dua gol terlebih dulu berkat usaha Tadic (penalti, 30) dan Traore (38).
Stadion Atalanta memang menyuguhkan pertunjukan menarik, di mana Ajax lebih dominan di babak pertama, sementara tim tamu membuktikan tajinya di babak kedua – dan rasanya babak kedua jadi alasan yang menjawab kenapa kita mesti menyebut Atalanta sebagai tim yang menarik.
Lalu di Bergamo kedua tim tidak mau saling mengalah. Normalnya siapa pun akan merasa sedikit putus asa ketika tertinggal, namun Atalanta memilih untuk membuang jauh-jauh perasaan kerdil semacam itu.
Buktinya kemudian tersaji lewat dua gol Duván Zapata, masing-masing di menit ke-54 dan 60. Dua golnya itulah yang membuat Atalanta mengekor Liverpool di peringkat kedua klasemen sementara Grup D.
Pertandingan antara Atalanta vs Ajax jelas bisa jadi sinyal buat Liverpool. Mereka harus berubah, atau lebih baik kita bilang: harus menemukan ritme khas mereka di Liga Champions.
Bila tidak. Tim muda macam Atalanta atau Ajax bakal menyulitkan mereka di matchday selanjutnya.
[table id=8 responsive=scroll /]